Kisah 'Laskar Pelangi' dari Timor Tengah Selatan, NTT
1,5 Jam Taklukkan Medan Terjal Menuju Sekolah
Rabu, 29 Februari 2012 – 00:09 WIB
Misalnya, sarung tangan, masker, dan bahkan alas kaki. Mereka juga tampak berjubel di antara puluhan orang dewasa yang berebut bongkahan batu mangan.
PT SMR menyangkal jika pihaknya dianggap mempekerjakan anak-anak. Hanya, mereka memang tidak bisa melarang anak-anak yang datang ke area tambang karena tujuan awalnya adalah menyusul orang tua mereka.
"Banyak yang menyebut kami mempekerjakan anak-anak. Padahal, kami tidak pernah melakukannya," kata Thomas Betty, 29, kepala produksi PT SMR.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah NTT Hery Naif, 34, mengatakan bahwa hadirnya pertambangan amat rentan dengan eksploitasi kepada anak. "Secara langsung hak-hak anak sering dieksploitasi," tandasnya.
Pendidikan menjadi barang yang mahal di daerah terpencil seperti Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk mencapai sekolah, anak-anak
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408