Kisah Manusia Rakit, Tetap Bertahan Meski Bahaya Selalu Mengancam
“Kami tinggal di rakit ini baru sekitar tiga tahun yang lalu, sebelumnya tinggal di Bangka nambang (menambang,red) timah. Tapi setelah suami saya meninggal saya sekitar empat tahun lalu dan ketiga anak saya tinggal di rumah rakit ini,” jelas Sulistiyati, salah seorang warga Palembang yang memilih bertahan tinggal di rumah rakit miliknya di Jl H Faqih Usman Lrg H Ujang Kecamatan Seberang Ulu (SU) I saat dibincangi Sumatera Ekspress (Jawa Pos Group) kemarin (25/9).
Bagi Sulis- sapaan karib Sulistiyati -memilih bertahan hidup di rumah rakit berukuran sekitar 4 x 10 meter persegi bersama ketiga anaknya awalnya memang diakui terasa berat.
Karena sebelumnya tak terbiasa tinggal di rumah rakit yang bagi sebagian orang yang tak terbiasa, akan terasa menakutkan lantaran ancaman bahaya yang senantiasa mengintai.
“Begitu pindah dari Bangka saya membeli rumah rakit dari salah seorang kerabat dengan harga Rp12 juta tapi dengan kondisi seadanya dan perlu perbaikan di sana-sini. Uang itu merupakan sisa dari hasil tambang TI di Bangka peninggalan almarhum suami saya, sisanya saya buat untuk dagang warung kelontongan juga di sini,” ungkap Sulis memulai ceritanya.
Wanita berusia 42 tahun asal Kecamatan Rantau Alai Kabupaten Ogan Ilir (OI) ini cerita suka duka yang harus dirasakan selama kurun waktu tiga tahun tinggal di rumah rakit.
Kalau sukanya, selain mudah untuk bisa mendapatkan pasokan air karena untuk kebutuhan mandi, mencuci dan keperluan lain tinggal mengambil langsung dari Sungai Musi.
Sementara, untuk kebutuhan air minum biasanya Suli membeli air minum isi ulang seharga Rp 4 ribu per galon yang diantarkan langsung oleh penjualnya.
“Dukanya terkadang waktu air laut pasang rakit ini tenggelam sehingga saya dan anak-anak terpaksa harus memindahkan barang-barang kami dan barang dagangan ke daratan. Belum lagi kalau dihantam hempasan ombak yang terkadang keras, ikatan bambu yang membuat rakit terapung kerap kali terlepas,” keluhnya.
PALEMBANG sempat dijuluki Venesia dari Timur lantaran geliat perekonomian rakyatnya yang semarak di tepi Sungai Musi. Zaman dahulu, memang
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara