Kisah Mengharukan Safrina, Penderita Cerebral Palsy, Kuliah Hingga S-2
Namun, perjuangan Nina untuk mendapatkan pendidikan yang layak sangat berliku. Sebagai penderita CP, dia sudah terbiasa mengalami segala bentuk diskriminasi sejak kecil.
’’Waktu belum bisa berjalan, saya ke mana-mana digendong ibu. Jadi, ke mana pun ibu pergi, termasuk ke arisan, saya selalu dibawa. Saya sering jadi pusat perhatian,’’ kenangnya.
Hal itu ternyata memacu rasa percaya diri Nina. Meski, awalnya, dia harus menerima kenyataan
bersekolah di SLB (sekolah luar biasa). Di SLB, dia dikelompokkan dengan murid tunagrahita. Namun, lama-kelamaan dia merasa jenuh.
Apalagi, nilainya jauh di atas teman sekelas. Akhirnya, Nina memberanikan diri meminta gurunya memberikan buku pelajaran untuk anak SD.
“Awalnya, orang tua maupun guru saya ragu-ragu mau ngasih saya buku SD. Tapi, saya ngotot karena saya benar-benar sudah bosan belajar di sana (SLB),’’ katanya.
Pihak sekolah dan orang tua akhirnya menuruti kemauan Nina. Sejak itu, selama tiga tahun, Nina boleh belajar dengan buku-buku paket SD. Dia bahkan boleh mengikuti ujian paket A agar bisa mendaftar di SMP umum.
Hebatnya, Nina lulus dengan NEM 44 dengan rata-rata 8,8 untuk lima mata pelajaran yang diujikan. Dengan NEM tersebut, dia pun bisa dengan mudah mencari sekolah negeri di kota kelahirannya.
SECARA fisik, Safrina Rovasita menderita cerebral palsy (CP) alias kelainan gerak dan postur tubuh akibat kerusakan otak. Namun, dengan keterbatasan
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara