Kisah Nayati, Saksi Hidup Penyerangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang

Aku Lihat Suamiku Dikeroyok, lalu Dia Menghilang

Kisah Nayati, Saksi Hidup Penyerangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang
Kisah Nayati, Saksi Hidup Penyerangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang
 

Nayati mengatakan sangat mengetahui kejadian saat itu karena dirinya sempat melayani makan para tamu. Ketika warga mulai berkumpul di depan rumah Suparman, dialah yang pertama memberi tahu para tamu soal kemungkinan akan didatangi massa. "Tapi, ada yang bilang nggak apa-apa, nggak mungkin mereka mau bunuh kita. Berdoa saja kepada Allah, tapi nyatanya apa?" ungkap Nayati dengan nada kesal.

 

Tetapi, Roni, salah seorang korban meninggal, sempat mengatakan pesan terakhirnya saat makan pagi itu. Nayati mendengar Roni mengungkapkan firasatnya bahwa akan terjadi sesuatu yang besar sebentar lagi. "Dia bilang, perasaanya nggak enak, tiba-tiba (tubuhnya) gemeteran," ceritanya.

 

Menurut Nayati, para tamu itu memang sudah biasa datang ke rumah Suparman, kakaknya, untuk membayar semacam zakat 2,5 persen demi kepentingan agama. Besarannya tentu bergantung kepada pendapatan mereka. "Kadang mereka juga datang membawa buku-buku agama buat diberikan ke orang-orang," tambahnya.

 

Mengenai Suparman, Nayati menuturkan bahwa dia merupakan kakak yang paling disegani adik-adiknya. Setelah lulus madrasah aliyah (MA), Suparman melanjutkan kuliah di Bogor. "Nggak tahu ya nama kampusnya apa. Itu sekolah untuk ulama. Lokasinya  di Masjid Mubarok. Dia cuma 3 tahun selesai. Kalau  yang tidak pinter, ya bisa 5?6 tahun," tandasnya.

Minggu pagi lalu (6/2) menjadi hari memilukan yang tak akan pernah dilupakan Nayati. Dia adalah salah seorang saksi hidup peristiwa penyerangan ribuan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News