Kisah Orang Kaya Baru di Jimbaran, Bali, yang Kembali Miskin
Setiap Hari Judi, Gemar Main Perempuan, lalu Bangkrut
Jumat, 12 Agustus 2011 – 03:03 WIB
"Saya dulu petani garam. Sekitar 1978 tanah saya dibeli untuk hotel dan pembangunan kampus Universitas Udayana. Lokasi tanah saya ada di Bukit Jimbaran," ceritanya. Balut mengaku, luas tanah yang dijual pada saat itu berhektare-hektare.
Balut mengatakan, saat itu harga tanah per are sekitar Rp 100 ribu (1 are = 100 meter persegi). Dari hasil menjual tanahnya, Balut menerima uang puluhan juta rupiah. Kala itu cukup populer istilah pis jamrud. Yakni, uang yang datang dari hasil menjual tanah. "Uang segitu pada 1978 termasuk besar," ujarnya.
Oleh Balut, uang tersebut dipakai untuk berbagai macam. Di antaranya biaya upacara keagamaan seperti ngaben, memperbaiki sanggah (tempat untuk memuja nenek moyang, Red), berbisnis, hingga berfoya-foya meski sedikit.
"Sedikit saya pakai foya-foya. Karena judi kurang bisa. Main perempuan sedikit," katanya berterus terang, seraya minta agar wajahnya tak diabadikan.
Di Bali, proses jual beli tanah untuk pendirian hotel-hotel berbintang menyisakan kisah menarik. Jual beli tanah yang terjadi puluhan tahun lalu
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala