Kisah Para Duta Besar yang Bertugas di Negara-Negara 'Miskin' (1)
Di Timor Leste, Eddy Ditodong Preman
Jumat, 19 Februari 2010 – 01:26 WIB
Dengan demikian, warga Suriname yang keturunan Jawa bisa merunut asal-usul mereka dengan melihat buku tersebut. "Sayang, saat ini generasi keempat keturunan Jawa di sana mulai kehilangan budaya. Mereka lebih banyak berbahasa Taki-Taki atau berbahasa Belanda," kritiknya.
Berbeda dari Agus, bertugas sebagai wakil pemerintah RI merupakan tantangan tersendiri bagi Eddy Setiabudhi. Pria 50 tahun yang bertugas sebagai duta besar RI di Dili, Timor Leste, tersebut menyatakan sempat mengalami kesulitan menyesuaikan ritme bekerja. Sebab, kondisi keamanan di bekas wilayah RI itu memang rentan. "Kini memang sudah kondusif. Tapi, dulu saya sempat merasakan hari-hari di mana konflik masih terjadi," ungkapnya.
Pada 2003, kata Eddy, suasana di Timor Leste masih rentan. Indikasinya, ketika berkeliling kota untuk membeli bahan-bahan kebutuhan pokok, dirinya sering dipalak preman-preman lokal. Mengetahui bahwa korban adalah orang Indonesia, para preman itu sering meminta uang dan rokok dengan bahasa Indonesia.
"Tapi, paling sering mereka minta rokok. Jangankan memikirkan kekebalan diplomatik, kalau berurusan dengan preman seperti itu, mungkin hanya keamanan yang kami utamakan," kenang bapak empat anak tersebut.
Menjadi diplomat di luar negeri tak selalu identik dengan gaya hidup glamor dan bergelimang fasilitas. Setidaknya, inilah yang dirasakan beberapa
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408