Kisah Para Duta Besar yang Bertugas di Negara-Negara 'Miskin' (1)
Di Timor Leste, Eddy Ditodong Preman
Jumat, 19 Februari 2010 – 01:26 WIB
Pada masa konflik disintegrasi Timor Timur, kerap terjadi sweeping dan intimidasi oleh warga yang prokemerdekaan. Kebiasaan itu, kata Eddy, terbawa sampai beberapa tahun setelah kemerdekaan Timor Leste. Hal tersebut diperparah oleh kekuatan kepolisian dan tentara nasional Timor Leste yang belum cukup matang karena kebanyakan direkrut dari milisi dan masyarakat sipil.
Tapi, kini setelah pasukan kepolisian PBB (UNPol) bertugas hampir satu dekade, kondisi sudah membaik. Namun, ujar dia, intimidasi juga masih dilakukan warga setempat di sekitar KBRI dan kompleks perumahan diplomat Indonesia. "Ya paling mereka cuma teriak-teriak di luar gerbang dan melempar batu. Tapi, itu sudah biasa. Kalau kami panggil polisi, mereka sudah bubar," ujar Eddy ringan.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, tersebut menuturkan, rentannya keamanan itu dipicu kemiskinan dan tingginya pengangguran. Berdasar sensus, tingkat pengangguran di Timor Leste menyentuh angka 65 persen.
Di antara jumlah itu, sebagian besar didominasi pemuda berusia 25 tahun ke bawah. Karena itu, dengan upaya meningkatkan keamanan, pemerintah Timor Leste antusias mengirimkan pelajar ke Indonesia. "Itu merupakan kebanggaan tersendiri bagi kita semua warga Indonesia," terangnya.
Menjadi diplomat di luar negeri tak selalu identik dengan gaya hidup glamor dan bergelimang fasilitas. Setidaknya, inilah yang dirasakan beberapa
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408