Kisah Para Pegawai di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang Terancam Gulung Tikar

Gaji Rp 500 Ribu, Semprot Antijamur Rp 15 Juta

Kisah Para Pegawai di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang Terancam Gulung Tikar
Suasana di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat. Foto: Fery Pradolo/INDOPOS/JPNN

Berapa angka idealnya? Kata Ariyani, ditambah komputerisasi dan mengubah format dokumen ke format yang lebih awet, paling tidak PDS butuh dana Rp 1 miliar. Dana itu, menurut dia, tidak terlalu besar. Apalagi, kebutuhan terhadap PDS tidak didominasi warga DKI Jakarta saja, tapi secara nasional.

Ketua Dewan Pembina Ajip Rosidi menuturkan, saat diresmikan pada 1977, Gubernur DKI Ali Sadikin menegaskan bahwa koleksi PDS tidak dibeli pemprov. Sebab, Pemprov DKI tidak akan kuat membayar harga semua koleksi. "Tapi, ini tanggung jawab kami untuk merawatnya," kata Ajip yang juga salah seorang pendiri PDS ini menirukan Ali Sadikin.

Penulis Sajak-Sajak Anak Matahari ini menambahkan, sejak saat itulah dana operasional PDS disubsidi pemprov. Tapi, bukan berarti mereka tidak berupaya. Yayasan yang menaungi terus berupaya mencari dana melalui donatur. Dana dari donatur tidak langsung habis untuk operasional. Sebagian besar disimpan di bank.

Namun, karena tren subsidi pemprov terus turun sejak 2003, mau tidak mau dana simpanan itu harus dipakai. Pada 2003, pemprov menyubsidi hingga Rp 500 juta. Namun, sejak Fauzi Bowo (Foke) menjadi gubernur DKI pada 2007, tiba-tiba dana disunat separo tanpa alasan yang jelas. Ajip meminta bertemu Foke, tapi tak pernah diterima. Tak lama kemudian, dana tersebut sempat ditambah Rp 100 juta menjadi Rp 350 juta.

Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta Pusat, terancam gulung tikar. Penyebabnya, subsidi untuk

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News