Kisah Para Perempuan Indonesia di Pertambangan Australia
"Suatu hari saya bilang ke ayah, 'saya ingin mengendarainya'. Saya enggak tahu, tapi saya senang mengerjakan hal-hal yang maskulin sejak kecil."
Yulia yang seorang ibu tunggal mengatakan ia lebih memilih mengendari truk di lokasi pertambangan, ketimbang pekerjaan sebelumnya.
Di kota Melbourne, ia pernah juga mengendarai truk untuk mengirimkan buku-buku sekolah ke seluruh kawasan di negara bagian Victoria.
Photo: Setidaknya selama dua minggu pekerja tambang tinggal di sebuah kamp, namun sudah dilengkapi berbagai fasilitas. (Koleksi pribadi)
Menurutnya, salah satu tantangan bekerja di industri tambang Australia adalah "budaya maskulin barat", kadang dengan lelucon yang bisa salah kaprah dan penuh kata-kata kasar.
"Saya tentu tidak membawanya ke hati, saya katakan pada mereka kalau itu tidak benar, meski saya tahu mereka tidak benar-benar bermaksud seperti itu."
Bekerja di pertambangan dikenal dengan gajinya yang tinggi, ia mengaku bayarannya bisa mencapai AU$ 2.700, atau lebih dari Rp 25 juta, per pekan setelah pajak.
Tapi bagi perempuan yang ingin bekerja di bidang ini, ia sarankan untuk menyiapkan mental.
Sejumlah perempuan asal Indonesia diri telah membuktikan jika mereka tidak hanya mampu bekerja di Australia, yang memiliki budaya yang berbeda jauh dengan di Indonesia
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata