Kisah Pasutri Surabaya yang Berwisata di Jepang ketika Terjadi Gempa dan Tsunami
Saksikan Warga yang Panik, tapi Tetap Tertib
Selasa, 15 Maret 2011 – 10:30 WIB
"Jalanan macet dan semrawut. Apalagi jalan tol ditutup dan kereta api tidak diaktifkan. Bener-bener seperti pemandangan di film. Dini hari saja suasana kota seperti pasar," cerita Sani.
Tepat pukul 4.00 keesokannya (12/3), Tjendra dan rombongan lain tiba di hotel. "Begitu tiba di hotel, kami harus berkemas-kemas. Kami hanya diberi waktu sejam karena jadwal pesawat kami pukul 11 siang," ujar Tjendra.
Dengan hanya diberi waktu sejam untuk packing, jangankan untuk tidur, mandi pun mereka tidak sempat. Setelah sejam berlalu, mereka berkumpul kembali di lobi hotel untuk naik bus menuju Bandara Narita. Jarak ke bandara yang biasanya hanya ditempuh 1,5 jam saat itu ditempuh selama tujuh jam. Lagi-lagi karena macet dan jalanan rusak.
Tentu, dengan waktu perjalanan yang lama, mereka pun tertinggal pesawat. Akhirnya, setelah diputuskan, mereka akan berangkat dengan pesawat penerbangan selanjutnya. Namun, nahas, pesawat tidak lepas landas dari bandara itu, melainkan dari Bandara Haneda yang jaraknya cukup jauh.
Ketika Jepang dilanda gempa dan tsunami pada Jumat siang lalu (11/3), pasutri asal Surabaya, Ignasius Rahmat Santoso-Tjendrawati Tjondrokusumo, sedang
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408