Kisah Penghuni Barak, Empat Tahun setelah Tragedi Tsunami
Bersama Anak Ketujuh Menunggu Rumah Idaman
Jumat, 26 Desember 2008 – 01:24 WIB
Saat gelombang tsunami datang, Adiwar terbawa hanyut bersama rumahnya hingga puluhan kilometer. ’’Kaki saya patah,’’ imbuhnya. Dia lalu menggulung celana dan memperlihatkan bagian kakinya yang sempat patah.
Karena berprofesi sebagai pedagang rokok, dia hanya bertahan enam bulan di desa kelahirannya. Lalu, dia memutuskan pindah ke Banda Aceh untuk mencari penghidupan karena di kampung sulit mendapatkan pekerjaan.
Berbekal surat pindah dan surat keterangan tsunami dari kepala desa setempat, Adiwar bersama keluarganya hijrah ke Banda Aceh dan tinggal di barak Desa Bada. Delapan bulan tinggal di barak tersebut, dia lalu pindah ke barak Bakui yang lokasinya tak jauh dari barak sebelumnya.
Di barak itu pula, harapan baru muncul dengan kelahiran putra ketujuhnya. Sang buah hati yang diberi nama Sipan itu pun kini telah beranjak setahun. Dia sejak dua tahun lalu menanti bantuan rumah, namun baru sekarang ini masuk dalam daftar penerima. ’’Selama penantian itu, mau tidak mau kami harus tinggal di barak. Tidak ada pilihan lain karena kami orang miskin,’’ tegasnya.
Hingga ulang tahun keempat tragedi tsunami yang jatuh hari ini, masih banyak korban yang nasibnya belum terentas. Padahal, tugas Badan Rehabilitasi
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408