Kisah Pengungsi Rohingya Menyesal Kabur dari Indonesia demi Australia
"Tempatnya tak bisa dihuni, bukan tempat dimana kita bisa hidup aman dan tenang," ujarnya.
Ia merasa tak pernah aman selama tinggal di san dan selalu takut dengan penduduk setempat.
Abdul mengatakan banyak pencari suaka yang sudah dilepas dari detensi imigrasi yang dipukuli oleh penduduk setempat.
"Tujuh tahun hidupku hancur di Nauru. Hatiku membatu sehingga saya tak lagi merasa sebagai manusia," ujarnya.
Kini, meski dia telah berada dalam detensi imigrasi di Brisbane, namun Abdul merasa tak berdaya jika harus kembali Nauru untk ketiga kalinya.
"Jika harus kembali ke Nauru, lebih baik saya mati saja," katanya.
Departemen Dalam Negeri Australia yang membawahi keimigrasian mengatakan kepada ABC jika pengungsi di bawah umur yang dilepas ke masyarakat di Nauru mendapatkan pelajaran bahasa Inggris.
Demonstrasi dukung pengungsi
Photo: Aktivis Zoë Hulme-Peak mengorganisir aksi dukungan bagi para pencari suaka di Australia. (ABC News: Nibir Khan)
Begitu tiba di Indonesia, Abdul langsung ditahan. Selama sembilan bulan. Pengungsi Rohingya itu baru menginjak usia 15
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Digitalisasi untuk Mendorong Pengembangan Pariwisata Indonesia Perlu Dilakukan
- Universitas Bakrie Jadi Jembatan Pengembangan Industri Halal Antara Indonesia dan Filipina