Kisah Pilu Maestro Kecapi Dadan Sukandar, Menumpang Tinggal di Gedung Kesenian

Kisah Pilu Maestro Kecapi Dadan Sukandar, Menumpang Tinggal di Gedung Kesenian
Dadan Sukandar masih tetap setia dengan menjadi seniman. Foto: Hakim/Radar Cianjur

Aki Dadan mengakui, pernah sekali mendapat bantuan dari Yayasan Pasundan dan pejabat pemerintah Cianjur pada 2008 untuk memperbaiki rumahnya. “Tapi setelah itu tidak ada lagi sampai sekarang,” ungkapnya.

Pria kelahiran 23 Mei 1944 itu bersikukuh enggan harus meminta bantuan kepada orang lain. Apalagi kepada pemerintah. Bukan masalah harga diri atau gengsi. Tapi itu sudah menjadi falsafah yang ia pegang selama ini.

“Kalau memang mau bantu Aki, ya terimakasih karena peduli sama Aki dan keluarga Aki,” katanya.

Sejak rumahnya nyaris ambruk itu, belum sekalipun pejabat dari pemerintah Kabupaten Cianjur yang berkunjung untuk melihat langsung kondisinya.

“Tidak apa-apa. Pokoknya Aki tidak mau minta-minta,” ujarnya sembari tersenyum.

Di gedung LKC itu, Aki Dadan mengaku tak sedikit generasi muda yang belajar kecapi kepadanya. Dengan sukarela, ia mengajarkan.

Pernah suatu ketika, delapan anak yang diajarinya mengumpulkan uang untuk memperbaiki rumahnya tanpa sepengetahuannya. Tidak banyak memang. Tapi hal itu membuatnya sangat terharu. “Aki sampai menangis, terharu. Padahal Aki enggak pernah minta,” ucapnya.

Kendati hidup dengan serba keterbatasan dan menumpang di gedung LKC, Aki Dadan tak mau berhenti memainkan kecapi. Baginya, melantunkan dawai kecapi tidak lain karena ingin budaya dan tradisi Cianjur tetap hidup.

Kemasyhuran nama Dadan Sukandar bukan hanya di Cianjur, tapi juga di seluruh tanah Sunda. Ia dikenal dan diakui sebagai maestro kecapi yang mengharumkan nama Cianjur.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News