Kisah Polwan Pertama Keturunan Tionghoa jadi Intel, Menyamar jadi Tukang Pijat
Setelah Indonesia merdeka, Organisasi Wanita dan Wanita Islam mengajukan permohonan kepada pemerintah dan Jawatan Kepolisian Negara untuk mengikutsertakan perempuan dalam pendidikan kepolisian. Tujuannya sama, menangani masalah kejahatan yang melibatkan anak-anak dan perempuan. Alasannya, kurang pantas seorang laki-laki memeriksa atau menggeledah tersangka perempuan yang bukan muhrim.
Akhirnya, pada 1 September 1948, Jawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi membuka kesempatan bagi kaum hawa untuk mengikuti pendidikan inspektur polisi di Sekolah Polisi Negara di Bukittingi. Ada enam perempuan yang ikut serta dan selanjutnya dikenal dengan sebutan Perintis Polisi Wanita Indonesia.
Mereka adalah Nelly Pauna Situmorang, Mariana Saanin Mufti, Djasmaniar Husein, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukoco, dan Rosnalia Taher.
Anna resmi mulai bertugas sebagai polwan hanya 12 tahun setelah korps itu dilahirkan. Jelas bukan keputusan yang populer di mata orang-orang di sekitarnya. Tapi, sedari kecil Anna sudah terbiasa menjadi "liyan".
Dikenal tomboi, keseharian perempuan kelahiran Makassar pada 9 Agustus 1939 tersebut justru lebih akrab dengan kegiatan yang identik dengan dunia laki-laki. Setiap hari, misalnya, dia giat berlatih kuntau, sebuah seni bela diri yang datang dari dataran Tiongkok. Kedua orang tuanya pun tak mendukung pilihannya menjadi polwan.
"Beberapa orang juga mengata-ngatai saya, berkomentar sinis gitu," kata Anna yang Sabtu lalu mengenakan balutan kemeja putih dan rok panjang hitam.
Tapi, Anna jalan terus. Cibiran orang justru dijadikannya cambuk untuk memotivasi diri. Untuk membuktikan bahwa jalan pilihannya tidak salah. Saat mendaftar pendidikan polisi di Makassar, Anna menjadi satu-satunya peserta yang lolos. Sedangkan 44 orang lainnya kandas.
Menurut Anna, seleksi polisi saat itu benar-benar ketat dan tanpa pandang bulu. "Dulu anak perwira polisi juga banyak yang tidak lulus," ucap ibu empat anak hasil pernikahannya dengan Bachtiar tersebut.
PROTES kepada Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) itu tidak datang dari Anna Lao Tjiao Leang, suami, atau ketiga anaknya. Tapi justru dari salah
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408