Kisah Relawan Pencari Jasad Korban Sukhoi di Gunung Salak
Terpaksa Minum Sebotol untuk Berlima
Selasa, 15 Mei 2012 – 00:01 WIB
Ribuan relawan bahu-membahu mencari dan mengevakuasi korban jatuhnya pesawat Sukhoi di Gunung Salak. Mereka bekerja tanpa kenal lelah di tengah medan berat dan cuaca yang tidak bersahabat. Seperti apa?
YUSKA APITYA AJI ISWANTO, Bogor
SUDAH empat hari Abdul Muid, 35, tidur di ketinggian 2.211 meter di atas permukaan laut. Anggota Taruna Siaga Bencana (Tigana) Bogor itu mulai terbiasa dengan hawa dingin di puncak Gunung Salak. Muid adalah salah seorang di antara ribuan sukarelawan yang bertugas mencari dan mengevakuasi korban jatuhnya pesawat Sukhoi.
Di antara temannya sekompi, militansi dan stamina Muid memang agak terdepan. Karena itu, sejak hari pertama berada di puncak, Muid sudah tancap gas. Dia rela pergi-pulang dari puncak Gunung Salak menuju lereng hanya untuk memenuhi keperluan logistik tim gabungan yang hendak membelah jalur ke lokasi jatuhnya pesawat. Padahal, waktu tempuh yang dihabiskan Muid untuk mondar-mandir di punggung gunung itu delapan jam.
"Capek sih. Tapi, kerjaan ini kan untuk membantu orang. Sejak 2006, saya aktif menjadi relawan," ungkapnya kepada Radar Bogor (JPNN Group) di Posko Balai Embrio, Pasir Pogor, Cipelang, Cijeruk, Bogor, Jabar, Minggu (13/5) lalu.
Ribuan relawan bahu-membahu mencari dan mengevakuasi korban jatuhnya pesawat Sukhoi di Gunung Salak. Mereka bekerja tanpa kenal lelah di tengah medan
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala