Kisah Sedih Tenaga Medis Saat Menangani Pasien Covid-19

Kisah Sedih Tenaga Medis Saat Menangani Pasien Covid-19
Tenaga medis. Foto: AFP

"Baju bantuan ini langsung kami pakai. Karena baju yang kami punya biasanya setelah kami menangani pasien langsung kami cuci dan jemur untuk bisa kami pergunakan lagi ke depannya," ujar Susila.

Salah satu tenaga medis di Puskesmas Kediri, Badi Halqi mengaku, kendatii APD yang dimiliki sangat minim, namun pekerjaannya saat ini dianggapnya sebagai suatu ibadah. Sehingga ia bisa mengurus dan melayani pasien dengan senang hati, meski kadang terbersit rasa khawatir.

"Bawa santai saja, ya sudah tugasnya sebagai perawat kami harus terus berjuang sampai pasien ini satu per satu dinyatakan sembuh. Tetap dibawa bahagia saja," kata dia.

Sama halnya Gusti Ayu Kartika dan Susila, perawat di Puskesmas Gunungsari, Lombok Barat Rochama juga mengaku bahwa tenaga medis di sana terpaksa menggunakan pakaian operasi lantaran tidak adanya stok baju hazmat (baju khusus untuk menangani pasien COVID-19).

Meski sama-sama steril, menurut dia, tidak seharusnya pakaian itu digunakan menangani pasien COVID-19. Bahkan untuk masker, di puskesmas tempat Rochama bekerja sudah mulai kehabisan stok. Sehingga terkadang masker itu ia lapis dengan tisu agar tidak mudah kotor.

Tak jarang pula ia membeli masker menggunakan uang pribadi untuk dipakainya selama bertugas.

"Berusaha sehemat mungkin (pakai masker dan baju APD), lebih menjaga supaya tidak cepat kotor jadi bisa dipakai lebih lama (dalam satu shift). Saya juga letakkan kain di dalam masker supaya bisa dipakai seharian," ucap dia.

Kalau merasa stok masker di puskesmas sudah mulai mau habis, perawatnya berinisiatif membeli masker yang memang harganya sekarang mahal.

Menurut tenaga medis setempat, kesiapan atau stok alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis yang dimiliki puskesmas dan rumah sakit di NTB tidak seimbang dengan jumlah pasien yang terus berdatangan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News