Kisah Spiritual: Yang Rindu dan Dirindukan
Oleh: Prof Dr A Effendi Kadarisman
jpnn.com, MALANG - Di wilayah intelektual, saya dikaruniai ketajaman yang cukup, sementara di ranah spiritual radar saya tumpul.
Jadi tak ada yang terlalu istimewa. Tapi, justru yang biasa-biasa saja ini mungkin lebih mudah untuk saling dihayati.
Izinkan saya menggunakan metafora. Selalu ada keseimbangan antara intensitas menggosok intan-kepribadian dan cahaya yang muncul.
Yang saya maksud dengan ”menggosok intan-kepribadian” adalah ”upaya keras meningkatkan kualitas iman lewat berbagai amal saleh”. Sedangkan ”cahaya” merujuk pada ”menebar syiar Islam”. Saya rasakan seperti ada arahan–indah dari langit, terutama di bulan Ramadan.
Ketika salat berjamaah semakin khusyuk dan istikamah, tadarus semakin nikmat-ketagihan, dan sedekah semakin tulus-kecanduan, undangan untuk khotbah dan ceramah pun datang mengalir.
Jujur saja, sebenarnya saya lebih menikmati status makmum daripada imam, lebih menyukai duduk bersama jamaah daripada berdiri sebagai khatib. Karena ringan tanggung jawabnya. Tetapi ketika undangan itu datang dengan tulus dan jujur, tak bisa saya menolaknya.
Permintaan Radar Malang untuk menulis tentang pengalaman spiritual ini pun terasa seperti kejutan dari langit.
Seumur hidup tidak pernah ada tulisan saya, dengan aroma eksklusif akademis yang terbit di koran. Jadi, tulisan ini pun merupakan kelanjutan dari ”perintah” menebar syiar Islam tersebut.