Kisah Tujuh Dokter Muda Bertugas Melayani Masyarakat di Desa Terpencil

Perjuangan Bawa Ibu Hamil Seberangi Laut

Kisah Tujuh Dokter Muda Bertugas Melayani Masyarakat di Desa Terpencil
Kisah Tujuh Dokter Muda Bertugas Melayani Masyarakat di Desa Terpencil

Konsekuensinya tidak sedikit. Di antara mereka sampai ada yang harus keluar dari pekerjaan tetapnya sebagai tenaga medis di rumah sakit atau perusahaan. Itu dilakukan hanya agar dapat mengabdi daerah pelosok. Di samping itu, mereka mesti bergelut dengan susahnya mendapatkan pelayanan publik dan jaringan sinyal di daerah terpencil.

Ada juga yang menutup praktik dokter di rumahnya untuk mengikuti program blusukan ini. Seperti yang dilakukan Ardi Fredi. Dokter yang ditugaskan di Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tersebut rela mengundurkan diri sebagai dokter jaga di sebuah rumah sakit di Pontianak.

Bukan hanya itu. Dokter lulusan Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida) Jakarta tersebut juga harus menutup tempat praktik dokter miliknya. "Saya memang sering ditanya kenapa memilih susah di lokasi terpencil ketimbang pekerjaan yang sudah ada. Bagi saya ada hal yang tidak bisa didapat dengan materi, yaitu pengabdian kepada masyarakat di daerah terpencil," kata dokter umum asal Pontianak tersebut.

Memang, langkah Ardi relatif tidak mengalami "hambatan" dari keluarga. "Kedua orang tua saya sudah meninggal, jadi saya bisa memutuskan sendiri. Memang masih ada adik, tapi dia mendukung yang saya ambil," ujarnya.

Ardi menceritakan, masyarakat di lokasi penempatannya di Karawang sangat kurang memperhatikan kesehatan air, seperti sanitasi. Kebanyakan warga di sekitar lokasi tempat tugasnya lebih suka buang air besar dan kecil di empang atau di kali yang kotor. "Padahal, sudah dibuatkan fasilitas toilet, tapi nggak tahu kenapa warga lebih suka di empang."

Hingga setengah tahun masa tugasnya di sana, Ardi mengakui tidak mudah mengubah kebiasaan warga agar mau pindah mengunakan toilet di rumah atau WC umum untuk buang hajat. "Saya pernah lewat di pipa saluran pembuangan. Di atas saya tiba-tiba ada itu (kotoran manusia) terbang," kenangnya.

Lain lagi kisah Gustin F. Muhayani yang ditugaskan di Dusun Sikakap Tengah, Kecamatan Sikakap, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Dokter umum jebolan Universitas Brawijaya, Malang, pada 2012 tersebut tidak pernah membayangkan akan ditempatkan di lokasi dengan medan yang sulit seperti di Sikakap.

Gustin juga memilih keluar dari salah satu rumah sakit swasta di Mataram, NTB, agar bisa mengikuti program Pencerah Nusantara ini. Selama bertugas di Puskesmas Desa Malakopa, Mentawai, dia pernah menangani kasus perempuan yang akan melahirkan dengan posisi janin sungsang. Karena itu, kelahiran bayi perlu penanganan dokter ahli dan rumah sakit yang memiliki peralatan medis yang memadai.

Menjelang pelaksanaan Millenium Development Goals (MDGs) yang tinggal setahun lagi, tujuh dokter muda memilih bertugas di daerah-daerah terpencil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News