Kisruh Lahan PTPN VII di Way Berulu, Pengamat: Tinggal Diperkarakan Secara Hukum
jpnn.com, LAMPUNG - Pengamat agraria dari Unila Dr. FX Sumarja merasa prihatin atas kisruh lahan PTPN VII Unit Way Berulu, yang masih berlanjut.
Para pedemo menuntut BPN melakukan pengukuran ulang lahan yang saat ini berstatus tanah negara yang dikelola PTPN VII, yakni, untuk budidaya karet.
Alasan tuntutan itu, menurut pendemo, karena izin Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VII telah habis, PTPN VII dikatakan tidak membayar pajak, dan tidak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Dosen senior yang membidangi Hukum Agraria/Pertanahan itu mengatakan, kasus tersebut seharusnya tidak perlu sampai pada pengerahan massa.
Sebab, kata dia, status lahan PTPN VII di Unit Way Berulu itu merupakan hasil nasionalisasi perusahaan Belanda oleh Pemerintah Indonesia.
"Kasus sengketa lahan di PTPN VII Way Berulu itu sebenarnya tidak serumit sengketa tanah lain di Lampung. Sebab, lahan PTPN VII itu jelas asalnya. Itu kan warisan dari Belanda setelah proses nasionalisasi aset. Artinya, kalau mau diklaim, seharusnya sudah sejak awal kemerdekaan. Nah, kalau sekarang ada yang merasa dirugikan, tinggal diperkarakan secara hukum saja," ujar Sumarja.
Sumarja menyampaikan untuk mengklaim suatu kepemilikan yang secara hukum telah final, tidak ada cara lain kecuali di pengadilan.
Dalam konteks ini, dia memaklumi jika pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN hanya memberi satu opsi legal tersebut.
Para pedemo menuntut BPN melakukan pengukuran ulang lahan yang saat ini berstatus tanah negara yang dikelola PTPN VII, yakni, untuk budidaya karet.
- Kembalikan Kejayaan Industri Karet Nasional, PTPN Group Siapkan Strategi Revitalisasi
- Gaet Generasi Muda di Sektor Pertanian, SGN Bentuk Inkubator Agripreneur Tebu
- Dukungan Perluasan Lahan Tani 4 Juta Hektar & AUTP, Jasindo Berpengalaman Beri Perlindungan kepada Petani
- PTPN Group Sumbang Kenaikan Produksi Gula Nasional
- PTPN Group Luncurkan 4 Varietas Tebu Unggulan
- Dukung Program B35, PTPN IV PalmCo Siapkan Berbagai Strategi