KLHK Kenalkan Medis Konservasi Satwa Liar pada Peringatan HCPSN 2019
jpnn.com, JAKARTA - Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Djati Witjaksono Hadi menerangkan, belakangan telah terjadi peningkatan pencinta satwa, baik pribadi maupun yang tergabung dalam komunitas.
Menurut dia, hal ini perlu dibarengi dengan kesadaran semua lapisan masyarakat akan kesejahteraan satwa. Perlindungan kesejahteraan satwa juga perlu dilakukan melalui upaya advokasi dan edukasi yang lebih gencar.
“Untuk itu, peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) 2019, yang diperingati setiap tahun pada tanggal 5 November, menjadi momentum untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya puspa dan satwa sehingga bisa meningkatkan kepedulian, upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatannya secara berkelanjutan untuk kehidupan manusia,” ujar Djati dalam acara Ngobrol Konservasi (Ngoser): Medis Konservasi Satwa Liar dalam rangka peringatan HCPSN 2019, di Jakarta, Rabu (6/11).
Acara Ngoser ini dimoderatori oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta Ahmad Munawir, dengan menghadirkan narasumber Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Indra Exploitasia, Ketua Umum Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatik, dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN) Huda Shalahudin, National Technical Advisor FAO ECTAD Indonesia Achmad Gozali, dan Praktisi Mind Power Rajanti Fitriani.
Dalam kegiatan ini dikemukakan lima prinsip animal welfare atau biasa disebut kesejahteraan satwa yang harus dipenuhi dalam pemeliharaan dan pemanfaatan hewan. Kelima prinsip kesejahteraan satwa yaitu bebas dari rasa haus dan lapar, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit, bebas dari mengekspresikan perilaku alaminya, serta bebas dari stress dan tekanan.
"Prinsip inilah yang harus dimiliki setiap binatang yang ada di muka bumi ini. Kesejahteraannya harus diperhatikan dan dikedepankan. Mereka juga terjamin untuk dapat berkembang biak dan bereproduksi. Secara alami pun bisa lestari, sehingga tidak terjadi kepunahan," ujar Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Exploitasia.
Indra menambahkan, secara umum, medis konservasi satwa liar terbagi dua, yaitu medis konservasi insitu dan medis konservasi eksitu. Di konservasi insitu, atau di habitat alaminya, berbagai kegiatan yang dilakukan pada prinsipnya interaksi yang terbatas, misalnya saat rescue (penyelamatan), pelepasliaran, dan pengamatan satwa.
"Sekecil mungkin tidak ada interaksi manusianya. Itu prinsip dasar dari medis ketika kami bekerja di insitu. Jadi lebih pada pemantauan jarak jauh, kajian epidemiologi atau asal usul sebaran penyakit. Sedangkan konservasi di eksitu, misalnya di lembaga konservasi, peran medisnya lebih banyak," tutur Indra.
Biro Humas KLHK mengungkap, telah terjadi peningkatan pencinta satwa, baik pribadi maupun komunitas.
- Harimau Sumatra Memangsa Ternak Milik Warga di Pesisir Barat Lampung
- Menteri LH Minta Kepala Daerah Berkomitmen Menuntaskan Permasalahan Sampah
- 5 Persemaian Skala Besar Diresmikan untuk Mendukung Rehabilitasi Hutan dan Lahan
- Polisi Gagalkan Penyelundupan Satwa Liar Dilindungi di Aceh Besar
- Komitmen Mengurangi Sampah, PT Godrej Consumer Products Raih Penghargaan KLHK
- Menteri LH Hanif Faisol Terjun Langsung Bersihkan Sampah di Kali Cipinang