Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Wacana Penambahan Kewenangan Polri, Kejaksaan, dan TNI

Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Wacana Penambahan Kewenangan Polri, Kejaksaan, dan TNI
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari meninggalkan ruang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9). Kasus ini kembali menjadi sorotan Koalisi Masyarakat Sipil menyikapi wacana penambahan kewenanganan lembaga penegak hukum dan militer melalui RUU Polri, Kejaksaan, dan TNI. Ilustrasi. Foto : Ricardo/jpnn.com

Dua bulan sebelum itu, peristiwa operasi tangkap tangan atau OTT terjadi kepada 3 orang hakim yang menyidangkan Ronald Tanur di Pengadilan Negeri Surabaya.

Di saat yang sama, Pemerintah Indonesia menaikkan gaji hakim yang katanya tidak berubah sejak beberapa tahun terakhir.

Karena itu, Mieke khawatir jika ketiga RUU tersebut disahkan hanya akan menambah daftar panjang penyalahgunaan wewenang.

Kekhawatiran lainnya, lanjut Mieke, penambahan kewenangan bagi ketiga lembaga tersebut juga bisa membahayakan iklim penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia, apalagi jika dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

"Yang dibutuhkan saat ini adalah membangun akuntabilitas dan transparansi (good governance) dengan salah satu cara memperkuta lembaga lembaga independen yang ada untuk mengawasai mereka," tegasnya.

Dia mengatakan berdasarkan Indeks Rule of Law 2024 yang dirilis World Justice Project (WJP), Indonesia berada di peringkat ke 68.

Posisi ini justru menurun dari tahun sebelumnya yang berada di urutan 66 atau mengalami penurunan 0,53 poin.

Laporan ini menunjukkan dari 8 dimensi Rule of Law, enam di antaranya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, termasuk pada dimensi criminal justice.

Koalisi Masyarakat Sipil kritik wacana penambahan kewenangan Polri, Kejaksaan, dan TNI, tetapi lebih baik memperkuat lembaga pengawas independen

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News