Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Wacana Penambahan Kewenangan Polri, Kejaksaan, dan TNI

Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Wacana Penambahan Kewenangan Polri, Kejaksaan, dan TNI
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari meninggalkan ruang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/9). Kasus ini kembali menjadi sorotan Koalisi Masyarakat Sipil menyikapi wacana penambahan kewenanganan lembaga penegak hukum dan militer melalui RUU Polri, Kejaksaan, dan TNI. Ilustrasi. Foto : Ricardo/jpnn.com

"Perlu dipastikan lembaga pengawas eksternal ini dapat bekerja secara efektif yang dilengkapi dengan kewenangan yang memadai dan sumber daya yang cukup," imbuhnya.

Menurut Mieke, pemerintah dan DPR seharusnya memperkuat sistem pengawasan yang telah ada saat ini untuk menjadi fokus pembenahan penegakan hukum di Indonesia, baik pengawasan internal maupun ekternal.

"Pemerintah dan DPR seharusnya memperkuat Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Kepolisian RI, KPK, Komnas HAM , Komnas Perempuan dan lain-lain untuk membantu memastikan penegakan hukum menjadi lebih baik dibandingkan lembaga penegak hukum dan militer berlomba-lomba memperluas kewenangan," tegas Mieke mengingatkan.

Dia juga mengingatkan reformasi penegakan hukum tidak dapat dilakukan dengan menambah kewenangan, tetapi dengan membangun akuntabilitas dengan memperkuat lembaga pengawas independen.

"Kami mendesak pada DPR dan pemerintah untuk menghentikan dan menolak pembahasan RUU Polri, RUU Kejaksaan, dan RUU TNI," pungkasnya. (mar1/jpnn)

Koalisi Masyarakat Sipil kritik wacana penambahan kewenangan Polri, Kejaksaan, dan TNI, tetapi lebih baik memperkuat lembaga pengawas independen


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News