Koalisi Parpol Terubuk dan Puyu-Puyu
Sabtu, 21 Maret 2009 – 06:08 WIB
Bangunan pikiran Clifford Geertz dan Herbeth Feith tentang politik aliran (abangan dan santri atau nasionalis dan religius) yang pada Pemilu 1955 mewarnai panggung politik Indonesia, tampaknya telah lapuk. Walaupun dikotomi itu masih ada hingga kini, terbukti ada parpol yang berasas nasional dan keagamaan, tetapi tak semengkristal dulu lagi.
Dikotomi itu malah tak lagi relevan karena gejala parpol yang semakin moderat dan mau berkoalisi walau beda ideologi. Kita ingat Koalisi Kebangsaan saat mengusung Mega-Hasyim Mudjadi pada Pilpres 2004 bisa menghimpun Golkar dan PDIP yang nasional serta PPP yang berasas Islam dan Partai Damai Sejahtera yang berasas Kristen.
Contoh serupa juga ditunjukkan oleh PBB yang Islam bisa bersekutu dengan PKPI dan Partai Demokrat yang berasas nasional ketika mengusung duet SBY-Jusuf Kalla pada Pilpres 2004 lalu.
Persekutuan antarpartai yang beda zat itu seyogianya bukan hendak merebut suara dan kekuasaan belaka, tetapi juga merupakan embrional dari penyederhanaan jumlah partai di Indonesia. Alangkah elok jika koalisi menjelang Pilpres kelak ditindak-lanjuti dengan fusi partai seusai Pilpres.