Kobe, Kota yang Bangkit setelah Dihancurkan Bencana

Kembali Cantik meski Rugi Rp 900 Triliun

Kobe, Kota yang Bangkit setelah Dihancurkan Bencana
Seorang staf relawan siap menjelaskan dokumentasi foto Gempa Kobe di Museum DRI. Foto : Sofyan Hendra/Jawa Pos
 

DRI juga meneliti penanggulangan dan pengurangan risiko gempa. DRI ditopang oleh sepuluh peneliti senior yang merupakan profesor dan praktisi berpengalaman di Jepang. Para peneliti senior itu juga ditunjang sejumlah periset muda. Spesialisasi keilmuannya tidak hanya ilmu alam seperti geologi dan vulkanologi, teknik sipil, sosiologi, ekonomi, dan sebagainya.

 

Hashimoto mengatakan, DRI juga membuat pelatihan manajemen penanggulangan bencana. Selain itu, DRI melakukan asistensi terhadap proses tanggap darurat bencana di sejumlah tempat.

 

Tidak lupa, DRI juga membangun jaringan dengan lembaga-lembaga lain dalam aksi bersama penanggulangan bencana. Langkah DRI itu memang terbukti membuat Kobe menjadi pusat penanggulangan bencana dunia. Hampir semua lembaga yang bersinggungan dengan penanggulangan bencana  memiliki kantor di Kobe." Sebut saja Asian Disaster Reduction Center (ADRC), Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), United Nations Centre for Regional Development (UNCRD), WHO, dan Japan International Cooperation Hyogo International Center (JICA).

 

Hashimoto menambahkan, semua orang harus terus melanjutkan hidup setelah terjadi bencana. Namun, setiap bencana harus tetap dikenang agar manusia terus bersiap menghadapinya. Hashimoto mengutip ungkapan fisikawan Jepang Torahiko Terada (1878-1935). Natural disaster will hit us. By the time people have forgotten about it. Bencana alam memang akan menghajar kita. Tapi, seiring dengan berlalunya waktu, orang akan lupa. (*c1/dos)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News