Kok Pilkada Sepi? Begini Penjelasan KPU
jpnn.com - JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menilai pelaksanaan pilkada serentak 2015, terasa begitu sepi. Padahal tahapan sudah sampai pada tahap kampanye dialogis, dan tidak sampai sebulan lagi pemungutan suara sudah digelar.
"Karena undang-udang memerintahkan begitu. Mereka (calon kepala daerah, red) tidak boleh pasang alat peraga sendiri. Ini desain undang-undang," ujar Arief, Jumat (13/11).
Pilkada kali ini, UU memerintahkan para paslon lebih memerbanyak pertemuan-pertemuan tertutup dan rapat terbatas. Seperti pengajian, temu warga dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut menurut Arief, tidak dibatasi oleh KPU.
Selain disain undang-undang, Arief menilai ada alasan lain mengapa pelaksanaan pilkada terasa sepi. Karena pada awal-awal KPUD mengajukan anggaran lebih besar untuk kegiatan kampanye, umumnya pemerintah daerah menguranginya.
"Dulu diminta anggaran agak banyak untuk ramai, enggak mau. Mereka bilang ini kebanyakan, lalu dikurangi. Bagi kami enggak apa-apa. Ada bagian anggaran yang boleh dikurangi, tidak apa-apa. Tapi ada yang tidak boleh, karena itu kebutuhan pokok," ujarnya.
Menurut Arief, anggaran yang tidak bisa dikurangi antara lain kebutuhan untuk mencetak surat suara dan sejumlah logistik lain.
"Jadi ada anggaran yang bisa dikurangi dan ada yang tidak bisa karena kami sudah tahu atas-bawahnya. Tapi kalau sosialisasi, KPU harus bikin ramai, bikin masyarakat tahu, kami usulkan (sosialisasi ke tengah masyarakat,red) minimal 50 kali. Tapi pemerintah daerah bilang janganlah 50 kali karena tidak memunyai uang. Akhirnya dia bilang cuma sanggup 25 kali, ya enggak apa-apa, kami ambil. Tapi ada risikonya, ya sepi," ujar Arief. (gir/jpnn)
JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menilai pelaksanaan pilkada serentak
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Komisi IV DPR Mendukung Langkah Pemerintah Pangkas Alur Distribusi Pupuk Bersubsidi ke Petani
- MK Hapus Presidential Threshold, Gibran Berpeluang Melawan Prabowo di 2029
- Sugeng Budiono Apresiasi Kritik Haidar Alwi Terhadap Survei OCCRP
- Ketua DPP PDIP Said Abdullah Tanggapi Putusan MK Tentang Penghapusan Presidential Threshold
- Kemendes Harus Membatasi Penggunaan Dana Desa untuk Sosialisasi dan Pelatihan
- Kabar Didik Melon yang Berjalan Kaki Jakarta-Boyolali, Dia Sudah di Karawang