Komite Referendum Tentang Presiden Tiga Periode Merusak Jiwa, Semangat, dan Prinsip Perwakilan
Dinamika Politik di Indonesia
Petrus yang juga Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores (KRF) itu menjelaskan tentang dinamika politik terkait referendum di Indonesia.
Dia menjelaskan referendum adalah sebuah istilah yang sering muncul dalam dinamika politik di Indonesia, bukan saja di era orde baru, tetapi juga di era reformasi terkait dengan upaya meminta persetujuan rakyat tentang perubahan konstitusi.
Pada era orde baru, kata Petrus, Referendum dimaksudkan untuk membentengi agar tidak ada kekuatan politik mana pun termasuk MPR RI, yang bisa dengan mudah melakukan amendemen terhadap UUD 1945, apa lagi yang sifatnya merongrong dasar negara dan status quo.
Oleh karena itu, TAP MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Referendum dan UU Nomor 5 Tahun 1985 Tentang Referendum, dibentuk untuk menjadi benteng UUD 1945.
Selanjutnya, pada era reformasi, Referendum sebagai benteng pertahanan UUD 1945 justru dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
TAP MPR Nomor VIII/MPR/1998 mencabut TAP MPR No. IV/MPR/1983 Tentang Referendum, kemudian disusul dengan UU No. 6 Tahun 1999 Tentang Pencabutan UU No. 5 Tahun 1985 Tentang Referendum.
“Pencabutan ketentuan referendum itu karena tidak sesuai dengan semangat, jiwa, dan prinsip perwakilan di dalam UUD 1945,” kata Petrus.(fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Koordinator TPDI Petrus Selestinus mengkritik langkah Komite Referendum NTT terkait masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Redaktur & Reporter : Friederich
- Kaesang 'Menghilang', Petrus Selestinus Beri Saran untuk KPK, Singgung Nama Gibran & Boyamin
- Petrus Selestinus: Intervensi Eksternal Terhadap Golkar Harus Dilawan
- Megawati: Saya Sama Presiden Baik-Baik Saja, Emang Kenapa?
- Kahiyang & Bobby Disebut dalam Sidang Korupsi, Petrus Minta KPK Buka Penyelidikan Baru
- Petrus Selestinus Sebut Megawati Tokoh Reformasi Sejati
- Soal Heboh Inisial T di Balik Judol, TPDI: Waspadai Serangan Balik Terhadap Benny Rhamdani