Komunikasi Publik Pemerintah Naikkan BPJS Kesehatan Tidak Simpatik

jpnn.com, JAKARTA - Realiasi kenaikan dua kali lipat iuran BPJS Kesehatan yang mencakup peserta yang menggunakan fasilitas kesehatan (faskes) kelas III, faskes kelas I dan II semakin dekat. Kenaikan yang direncanakan mulai diterapkan awal Januari 2020, tinggal menunggu peraturan presiden (Perpres) sebagai payung hukum. Namun, keinginan pemerintah untuk tetap menaikkan iuran tidak disertai dengan komunikasi publik yang baik.
“Alih-alih menjanjikan peningkatan pelayanan kepada publik dan melakukan perbaikan menyeluruh terhadap sistem dan manajemen, diskursus pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan diwarnai narasi yang tidak perlu,” kata Anggota DPD RI Fahira Idris kepada wartawan, Rabu (9/10).
Senator dari DKI Jakarta ini menyayangkan sikap pemerintah yang berkeras hati menaikkan iuran BPJS Kesehatan yang tidak disertai dengan komitmen atau jaminan bahwa ke depan peserta akan mendapat pelayanan yang lebih baik. Rencana kenaikan yang sama sekali tidak disertai dengan komitmen tegas pemerintah bahwa ke depan sistem dan manajemen BPJS Kesehatan lebih baik sehingga tidak terjadi lagi defisit sama sekali tidak terdengar. Bahkan kenaikan BPJS Kesehatan diiringi narasi-narasi yang dinilai kurang simpatik.
Fahira mengibaratkan memaksa orang untuk membayar sebuah produk dengan selisih harga lebih tinggi dari sebelumnya, tetapi tidak diberi jaminan bahwa produk tersebut lebih baik dari sebelumnya. Malah narasi-narasi yang mengiringi rencana kenaikan iuran sama sekali tidak simpatik. Kalau faskes tingkat pertama di seluruh Indonesia fasilitasnya sudah baik dan merata, peserta juga akan memilih puskesmas terdekat untuk mengobati sakitnya. Jadi bukan manja.
Menurut Fahira, alasan atau pembelaan pemerintah yang menyatakan bahwa jika iuran tidak naik maka BPJS Kesehatan bisa colaps (bangkrut), mengesankan defisit BPJS Kesehatan adalah tanggung jawab semua peserta.
Padahal jika saja kinerja BPJS Kesehatan maksimal terutama terkait strategic purchasing, pelayanan biaya operasional, tata kelola teknologi informasi, penerimaan dan pengeluaran, dan sistem piutang, defisit tidak akan sebesar ini.
Belum lagi persoalan masih banyaknya ditemukan perserta bermasalah (tidak memiliki NIK dan NIK ganda, kolom faskes kosong, peserta meninggal) yang menjadi biang terus membengkanya defisit, menandakan banyak hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah.
“Menaikkan iuran BPJS Kesehatan persoalan serius, jangan disederhanakan misalnya cuma naik lima ribu per hari atau sama seperti bayar parkir motor per jam sehingga tidak memberatkan. Narasi-narasi seperti ini baiknya dihindari. Bangunlah narasi yang lebih kuat dan persuasif agar publik lebih simpatik,” pungkas Fahira.(fri/jpnn)
Fahira mengibaratkan memaksa orang untuk membayar sebuah produk dengan selisih harga lebih tinggi dari sebelumnya, tetapi tidak diberi jaminan bahwa produk tersebut lebih baik dari sebelumnya.
Redaktur & Reporter : Friederich
- Setelah Pelantikan Kepala Daerah, Sultan Wacanakan Gubernur Dipilih Secara Tidak Langsung, Simak Penjelasannya
- Senator NTT Abraham Liyanto Luncurkan Buku Keempat
- Senator Abraham Liyanto: Segera Implementasikan Guru PPPK Dapat Mengajar di Sekolah Swasta
- Tanggapi Ajakan Berpindah Warga Negara, Sultan: Kabur Apalagi Menyerah Bukan DNA Pemuda Indonesia
- PPUU DPD RI Lakukan Kunjungan Kerja di Jatim, Nih Agendanya
- Dorong Pembentukan Kejati Papua Barat Daya, Senator PFM: Agar Penanganan Hukum Efektif & Efisien