Komunitas Tionghoa 'Gedung Gajah' Berbenah Menjelang Imlek (1)

Tetap Utuh setelah Dua Kali Kerusuhan Solo

Komunitas Tionghoa 'Gedung Gajah' Berbenah Menjelang Imlek (1)
POTRET PLURALITAS: Anak-anak berlatih berlatih olahraga beladiri taekwondo di kompleks Gedung Gajah, Jalan Juanda, Solo. Foto : Ichwan Gembeng Prihantono/Radar Solo/JPNN

Kendati sejak itu rasa trauma masih melekat di benak warga Tionghoa Solo, PMS tetap berkibar. Bahkan, persentase keanggotaan warga pribumi di PMS cenderung bertambah. Kegiatan sosial mereka juga menyentuh sasaran lebih luas dan tak memandang ras.

Solo memang sudah dua kali diguncang kerusuhan etnis dengan sasaran warga Tionghoa. Sebelum kerusuhan terkait tumbangnya Orde Baru pada 1998, medio 1980 juga timbul kerusuhan serupa. Saat itu dipicu bentrok seorang preman lokal dengan seorang warga Tionghoa.

Yang menarik, sejak Chuan Min Kung Hui berganti nama menjadi PMS pada 1959, visi organisasi tidak berubah. Kegiatannya makin eksis. Bahkan, Sumartono Hadinoto, Humas PMS, mengklaim bahwa PMS adalah satu-satunya organisasi sosial yang didirikan etnis Tionghoa yang tetap eksis pada masa Orde Baru.

Menurut dia, di Solo dan kota-kota lain di Indonesia sebenarnya sejak dulu banyak organisasi Tionghoa. Misalnya, PMS. Mereka  berangkat dari organisasi pralenan (kerukunan kematian) yang memang punya akar tradisi kuat di kalangan etnis Tionghoa. ’’Tapi, kebanyakan organisasi itu tiarap ketika rezim Orde Baru berkuasa,’’ katanya.

Perayaan Imlek tinggal dua pekan lagi. Di Solo, Jawa Tengah, Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS), organisasi komunitas Tionghoa tertua yang masih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News