Komunitas Tionghoa 'Gedung Gajah' Berbenah Menjelang Imlek (1)

Tetap Utuh setelah Dua Kali Kerusuhan Solo

Komunitas Tionghoa 'Gedung Gajah' Berbenah Menjelang Imlek (1)
POTRET PLURALITAS: Anak-anak berlatih berlatih olahraga beladiri taekwondo di kompleks Gedung Gajah, Jalan Juanda, Solo. Foto : Ichwan Gembeng Prihantono/Radar Solo/JPNN

Mereka baru tumbuh lagi, kata Sumartono, saat Orde Reformasi bergulir dan iklim perpolitikan lebih kondusif. Misalnya, Fu Jing, organisasi yang beranggota orang-orang keturunan Kota Fu Jing, Provinsi Fuzho, Tiongkok, yang baru muncul di Solo pasca 1998. Juga Hoo Hap, Perhakas, dan Kung Fu yang rata-rata punya misi mengumpulkan orang-orang yang punya kesamaan asal daerah di tanah leluhur.

’’PMS eksis karena kami tidak bermain di kancah politik. Sejak awal berdiri, bentuk kami adalah perkumpulan etnis Tionghoa Solo untuk kegiatan sosial,’’  kata Budhi Moeljono, ketua umum PMS.

Budhi mengakui, semasa rezim Orde Baru, organisasi-organisasi Tionghoa digencet sedemikian rupa. Akibatnya, mereka tidak berani mengaktualisasikan identitas, bahasa, dan budaya mereka kepada publik. ’’Tapi, sejak saat itu tidak ada niat sama sekali untuk melawan (Orde Baru) lewat PMS,’’ kata Budhi yang juga bos salah satu pabrik bahan kimia besar di Solo.

Garis di anggaran dasar PMS sejak zaman Chuan Min Kung Hui tidak pernah berubah. Larangan pengurus berpolitik dan berkutat di kegiatan sosial adalah harga mati. Karena itu, ketika organisasi Tionghoa di kota-kota lain berguguran, PMS justru melenggang. Padahal, mereka mendirikan organisasi di ’’tanah sakral’’ Solo, tempat Soeharto dan keluarga Cendana memiliki tempat tinggal dan banyak aset berharga.

Perayaan Imlek tinggal dua pekan lagi. Di Solo, Jawa Tengah, Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS), organisasi komunitas Tionghoa tertua yang masih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News