Kondisi Bima Pascatragedi Berdarah di Pelabuhan Sape
Masih Truma, Setiap Malam Blokade Jalan Raya
Sabtu, 04 Februari 2012 – 00:04 WIB
"Tragedi 24 Desember" adalah istilah dari warga untuk menandai insiden di Pelabuhan Sape. Saat itu dua warga tewas dan puluhan lainnya luka setelah terlibat bentrokan dengan aparat keamanan. "Kami tidak melawan, tapi terus ditembak," ujar Sunardin yang mengenang kerusuhan tersebut.
Kami diarahkan untuk menemui koordinator aksi Front Rakyat Anti Tambang (FRAT). Organisasi masyarakat itulah yang memblokade Pelabuhan Sape dan menyerang Kantor Bupati Bima. Massa datang dari tiga kecamatan. Yang utama datang dari Lambu. Sebagian lainnya dari Sape dan Langkudu.
FRAT bermarkas di Desa Rato. Sekretariatnya adalah sebuah rumah panggung mirip hunian khas suku Bugis. Mereka biasa mengadakan rapat di bawah panggung rumah tersebut. Saat itu puluhan orang berkumpul. Tak hanya kaum pria, beberapa di antara mereka juga ibu-ibu. Mereka duduk di kursi plastik dan membentuk lingkaran.
"Kami sangat hati-hati dengan media. Sebab, tak sedikit pemberitaan yang merugikan warga," ucap Hasanudin, koordinator FRAT.
Tragedi di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), sudah sebulan berlalu. Namun, masyarakat setempat masih belum bisa melupakan bentrokan
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408