Konflik Hukum Kedudukan Putusan MK dan UU: Sebuah Ujian Kenegarawanan dalam Pembahasan RUU Pilkada
Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

Alhasil pada pengujian berikutnya, pertimbangan dalam Putusan MK Nomor 42 tersebut dikutip kembali dalam Putusan MK Nomor 51/PUU-XIV-2016.
Dalam hal ini sifat putusan MK sangat aktif dalam menentukan putusan berikutnya seperti dalam Doctrine of Precedent atau ketentuan mengikat pada Yurisprudensi pada putusan selanjutnya.
Oleh sebab itu, seluruh undang-undang seyogyanya wajib mengikuti Putusan Mahkamah Konstitusi.
Hal ini agar menimbulkan kepastian hukum dan tidak membingungkan sistem penegakan hukum dan masyarakat.
Cerminan para pemangku kewenangan ini dapat juga dinilai tidak memperlihatkan sebuah kepemimpinan yang aspiratif dan konstitusional.
Negarawan yang baik tentu akan mengindahkan prinsip-prinsip dalam demokrasi dan supremasi hukum.
Oleh sebab itu, penulis berpendapat bahwa Putusan MK merupakan kewenangan yang diberikan oleh Konstitusi untuk penerapan keseimbangan.
Putusan MK merupakan aturan yang memiliki peranan setingkat dengan undang-undang karena keduanya memiliki kekuatan yang sama untuk saling mencabut keberlakuan.
Massa dari berbagai perwakilan melakukan demonstrasi besar-besaran di DPR yang selanjutnya berhasil menghentikan pengesahan RUU Pilkada.
- Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan di Indonesia: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya
- Mencermati RUU KUHAP dan Urgensi Kebutuhan Modernisasi Hukum Acara Pidana
- Prajurit TNI Diduga Terlibat Penembakan Polisi, Legislator Singgung Opsi Peradilan Umum
- Menimbang Bentuk Hukum Ideal Bagi Pokok-Pokok Haluan Negara
- Menyusun Arah Baru Pembangunan Nasional: Urgensi PPHN Dalam Tata Kelola
- Urgensi Pembaruan Hukum Acara Pidana