Konflik Rusia-Georgia, 1.500 Tewas
Minggu, 10 Agustus 2008 – 09:28 WIB
TSKHINVALI - Wilayah perbatasan Rusia dan Georgia memanas. Kedua negara yang memiliki potensi konflik tersebut saling serang menggunakan kekuatan militer. Dalam dua hari terakhir, lebih dari 1.500 warga sipil dari kedua belah pihak yang menjadi korban. Konflik bersenjata tersebut terjadi bersamaan dengan pembukaan Olimpiade Beijing, Tiongkok, yang dihadiri puluhan kepala negara di dunia. Perang berawal Jumat (8/8). Bermula ketika Georgia memutuskan menyerang Ossetia Selatan yang selama ini memisahkan diri dari kedaulatan mereka. Menurut Menlu Rusia Sergey Lavrov, serangan tersebut mengakibatkan sedikitnya 1.500 orang tewas. Angka tersebut tidak bisa dipastikan, namun banyak saksi mata yang memperkirakan jumlah korban tewas mencapai ratusan. Wilayah yang paling parah kerusakannya adalah Tskhinvali, ibu kota Ossetia Selatan. Akibatnya bisa ditebak. Rusia balas menyerang. Sabtu (9/8), serangan militer besar-besaran dilancarkan ke Kota Gori, Distrik Abkhazia, yang masuk wilayah Georgia. Serangan tersebut menyebabkan banyak bangunan hancur, serta puluhan jasad berserakan. Perempuan, anak-anak dan lansia, merupakan korban paling banyak. Hingga tadi malam, masih banyak reruntuhan bangunan yang terbakar akibat bom. Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan, hanya ada satu cara untuk meredakan ketegangan kali ini. Yaitu Georgia Selatan harus menarik pasukannya dari Ossetia Selatan. Selain itu, Georgia harus menandatangani kesepakatan yang mengikat bahwa mereka tidak akan menggunakan kekuatan. Menurut Medvedev, AS bisa membantu dengan mendorong Georgia untuk melaksanakan hal tersebut.
Serangan tersebut memicu kemarahan Rusia. Pasalnya, sebagian besar warga Ossetia Selatan memiliki paspor Rusia. Tidak hanya itu, banyak juga warga Rusia yang menjadi sukarelawan perdamaian di kawasan tersebut ikut menjadi korban serangan Gerogia. Rusia mengklaim 15 sukarelawan penjaga perdamaian tewas akibat serangan Georgia. Sementara 150 lainnya terluka.
Baca Juga:
Serangan tersebut membuat Georgia berteriak dan meminta bantuan internasional. Menurut negara pecahan Uni Soviet tersebut, serangan Rusia tidak hanya berhenti di Distrik Abkhazia, tapi sudah meluas ke wilayah lain. Setidaknya satu pangkalan militer di Vaziani yang terletak di dekat Tbilisi, ibu kota Georgia. Rusia juga dikabarkan menghancurkan Pelabuhan Poti yang sangat vital bagi Georgia.
Menlu Rusia Sergey Lavrov tidak membantah atau membenarkan tudingan tersebut. Dia hanya berpesan jika Georgia harus bersiap menerima serangan lagi. ”Wilayah Georgia yang digunakan untuk menyerang Ossetia Selatan tidak aman lagi,” katanya tanpa menegaskan apakah serangan Rusia akan diarahkan ke kota lain. Sepertinya konflik ini juga akan melibatkan negara lain karena Lavrov mengatakan AS ikut bertanggung jawab karena melatih tentara Georgia.
Baca Juga:
Sejak lama, Rusia dan Georgia berebut kontrol atas dua wilayah, yakni Abkhazia dan Ossetia Selatan. Abkhazia masuk dalam wilayah Georgia namun sering menjadi sasaran serangan kelompok pemberontak yang pro Rusia. Sedangkan Ossetia Selatan adalah Distrik Georgia yang memisahkan diri. Tapi sebagian besar warganya memiliki paspor Rusia. Mereka juga lebih dekat dengan provinsi Osettia Utara yang masuk wilayah Rusia.
TSKHINVALI - Wilayah perbatasan Rusia dan Georgia memanas. Kedua negara yang memiliki potensi konflik tersebut saling serang menggunakan kekuatan
BERITA TERKAIT
- Japan Airlines Tunda 14 Penerbangan Akibat Serangan Siber
- Gencatan Senjata Mandek, Hamas Salahkan Israel
- Kecelakaan Pesawat Azerbaijan Airlines di Kazakhstan, 38 Orang Tewas
- Penyelidikan Soal Jatuhnya Pesawat Azerbaijan Airlines di Kazakhstan Dimulai
- Eddy Soeparno Bicara Peran Strategis Prabowo untuk Dunia Islam Saat Bertemu Sekjen OKI
- Tentara Israel Tempatkan Kotak Bahan Peledak di Dekat Rumah Sakit Gaza