Konflik Rusia-Ukraina Pecah, Sekjen PRIMA: Nafsu Imperialistik Masih Eksis

Konflik Rusia-Ukraina Pecah, Sekjen PRIMA: Nafsu Imperialistik Masih Eksis
Sekretaris Jenderal PRIMA Dominggus Oktavianus. Foto: Dok. PRIMA

Menurut Dominggus, Ukraina tidak sungguh-sungguh independen dalam menentukan nasibnya. Barat, khususnya Amerika Serikat, punya kepentingan untuk menariknya menjadi anggota NATO.

Sementara Rusia merasa sudah cukup ekspansi NATO ke Eropa Timur sampai Hungaria, Rumania, Bulgaria, Polandia, Lithuania, Ceko dan Slowakia. 

“Orang Ukraina di sebelah Barat cenderung pro-Barat, sedangkan Ukraina di sebelah timur cenderung pro-Rusia,” tuturnya.

Dominggus mengungkapkan, bagi Rusia, Ukraina adalah titik penting menjaga keseimbangan geopolitik, meski tetap tidak imbang. Sebagaimana China bersikeras mempertahankan titik di Laut China Selatan.

“Kita tahu pesisir timur hingga ke selatan telah dijajari puluhan pangkalan militer AS masing-masing di Korea Selatan, Jepang, Filipina, Singapura, serta kerja sama militer dengan Taiwan,” jelasnya.

Sementara itu, Dominggus menyampaikan, opini yang berkembang di Indoneisa sebagian besar menaruh simpati kepada Rusia.

Menurut Dominggus, kemungkinan publik Indonesia merasa tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin mewakili kebosanan pada dominasi dan superiortas Amerika Serikat.

“Saya amati konten yang berseliweran di Tiktok, komentar-komentar berita di Youtube, dan sebagainya, sebagian besar menaruh simpati pada Rusia. Sampai-sampai muncul istilah plesetan FPI (Fans Putin Indonesia),” ujar Dominggus.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:

Sekjen PRIMA Dominggus Oktavianus menilai konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina merupakan bukti nyata bahwa nafsu imperialistik masih eksis hingga hari ini meski perang dingin sudah berakhir 30 tahun lalu.


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News