Kongkalikong demi Kredit Fiktif dari BRI, Eks Juru Bayar Kostrad Didakwa Korupsi

Setelah KTP terkumpul, Dwi Singgih berkomplot dengan Maman dan Sutrisno untuk memalsukan data persyaratan pengajuan permohonan kredit.
Selain KTP, dokumen untuk data pengajuan kredit itu juga berupa kartu tanda anggota (KTA) TNI, NPWP, kartu tanda peserta ASABRI, petikan keputusan KSAD tentang pengangkatan dan penetapan gaji pokok serta penempatan dalam jabatan (pengangkatan pertama), surat pernyataan berutang, surat pernyataan kesanggupan bayar, surat kuasa potong gaji, surat kuasa debet rekening, dan surat rekomendasi atasan.
"Seolah-olah data tersebut milik anggota TNI yang bertugas di Bekang Kostrad Cibinong, Kabupaten Bogor, sebagai pemohon kredit," ujar JPU Juli Isnur membacakan surat dakwaan.
Lebih lanjut JPU mengungkapkan Dwi Singgih membayar Rp 500 ribu untuk setiap dokumen palsu itu kepada Maman dan Sutrisno. Syahdan, dokumen itu diajukan ke BRI Cabang Tanah Abang dan BRI Cabang Cut Mutiah, dan Unit Menteng Kecil, Jakarta Pusat.
Untuk memperlancar pengurusan permohonan kredit dengan dokumen palsu itu, Pelda Dwi Singgih memberikan pelicin kepada pegawai BRI. Warga Klapanunggal, Kabupaten Bogor, tersebut menyediakan uang antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu untuk diberikan kepada pegawai BRI yang bertugas memverifikasi dokumen permohonan kredit.
Pelicin itu dimaksudkan agar pegawai BRI yang memverifikasi dokumen menyatakan data pemohon kredit sudah benar tanpa harus melalui pemeriksaan fisik di lapangan (on the spot).
Selanjutnya, pegawai BRI yang bertugas memverifikasi itu meneruskan dokumen permohonan kredit fiktif tersebut kepada atasan.
Untuk memuluskan proses itu, Pelda Dwi Singgih menyediakan dana Rp 500 ribu per dokumen untuk diberikan kepada pejabat BRI yang bertugas memutuskan kredit. Proposal dengan dokumen fiktif itu pun disetujui dan dinyatakan tidak akan menjadi kredit bermasalah di kemudian hari.
Juru bayar Kostrad Pelda (Purn) Dwi Singgih Hartono kongkalikong demi kredit fiktif BRIguna dari BRI yang merugikan negara hingga Rp 64,9 miliar.
- Baru Menang Tender, Kontraktor Dimintai Rp 500 Juta, Alamak
- IAW Soroti Upaya Pelemahan Kejaksaan di Revisi KUHAP
- Kasus Suap Hakim Rp 60 Miliar, Ada Catatan Ini di Rumah Marcella Santoso
- Ditanya Pemanggilan La Nyalla, KPK: Tunggu Saja
- Ini Respons Bahlil soal Nasib Ridwan Kamil di KPK
- Geledah Rumah La Nyalla, KPK Temukan Bukti Apa?