Kongres Lahan

Oleh: Dahlan Iskan

Kongres Lahan
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

“Menjelang berangkat ke sana saya mendapat telepon dari sekjen MUI. Ia bilang ketua umum berhalangan hadir," ujar Buya Abbas. "Saya, sebagai wakil ketua umum, harus menggantikan beliau," tambahnya.

Baca Juga:

Buya Anwar sebenarnya lebih senang berpidato tanpa teks. Karena di acara itu ada presiden, ia harus membatasi diri. "Saya putuskan membuat teks pidato," katanya.

Namun, waktu untuk membuat teks tidak cukup. Tidak bisa juga dibuat di perjalanan. Sopirnya lagi sakit. Buya harus menyetir sendiri mobil Kijang Innova-nya.

Maka, setiba di tempat acara, Buya berhenti dulu di tempat parkir –di basement Hotel Sultan dekat Semanggi, Jakarta. Ia membuat teks pidato di situ. Di HP-nya. Mesin mobil dibiarkan terus hidup agar AC tetap menyala.

Buya tidak perlu buka-buka data. Ia putuskan untuk mengemukakan soal keadilan ekonomi. Mumpung di depan pengambil kebijakan tertinggi.

Ia ingat pertemuannya dengan Menteri Agraria Dr Sofyan Djalil. Ia pernah bertanya: berapa indeks tanah kita.

Sang menteri, menurut Buya Anwar, menjawab jelas: 0,59. Itu berarti 1 persen warga negara menguasai tanah 59 persennya.

Menurut Buya, itu simbol ketidakadilan ekonomi yang sangat nyata. Sebagai doktor ekonomi, Buya banyak membaca buku ekonomi, termasuk yang ditulis ahli-ahli ekonomi dari Barat.

SEBENARNYA marah enggak, sih, Presiden Jokowi kepada Waketum MUI Buya Anwar Abbas?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News