Konon Bisa Menghilang, Suka Sama Suka Langsung Nikah meski Saudara Kandung
Sekitar 45 menit kemudian, traktor itu sampai di pos pegawai hutan tanaman industri. Lumayan, menurut Haris, tumpangan tersebut bisa memotong sekitar dua jam jalan kaki.
Haris ingat tak jauh dari pos itu ada air terjun Tumba dengan Sungai Pamerpakua yang jernih. Karena sudah waktunya makan siang, kami beristirahat, membuka bekal, sambil melemaskan otot kaki yang mulai mengeras.
Kebetulan sekali, ada dua penambang sedang turun dan beristirahat sejenak di air terjun itu. Jalur menuju Polahi juga jalur para penambang emas tradisional.
Mereka memanfaatkan orang Polahi untuk membawakan barang untuk bekal selama menambang emas di hutan. Hasan, 30, salah seorang penambang, kenal dengan beberapa orang Polahi.
Menurut dia, fisik orang Polahi itu kuat. Bisa berjalan cepat. ”Kuat naik tanjakan. Lajunya cepat. Khususnya yang perempuan,” tutur pria yang sudah lima tahun jadi penambang emas itu.
Biasanya Hasan meminta orang Polahi membawa beras 20 kg dengan tarif Rp 100 ribu sampai tujuan. Sedangkan untuk bahan lainnya seperti rempah-rempah dan kecap biaya angkutnya Rp 50 ribu.
Perjalanan dari kampung ke tempat tambang itu dia tempuh sehari penuh. ”Kalau orang Polahi setengah hari saja sudah sampai,” kata Hasan.
Setelah bekal makan siang habis, kami beranjak dari air terjun Tumba menyusuri jalan baru yang masih berlapis tanah.
Hidup terasing di dalam hutan belantara Humohulo Gunung Boliyohuto, Provinsi Gorontalo, Suku Polahi hingga kini masih mempertahankan tradisi kawin
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas