Konstruktivisme & Deep Learning dalam Kurikulum Merdeka: Membangun Pemahaman Matematika yang Lebih Bermakna
Oleh: Kurnia Putri Sepdikasari Dirgantoro

Jika dilihat maka pendekatan deep learning juga sangat relevan dalam pembelajaran matematika. Dalam belajar matematika, siswa tidak hanya dituntut untuk sekadar menghafal rumus dan menggunakan rumus dalam penyelesaian soal tanpa makna. Namun, siswa perlu diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi, menemukan pola, dan membangun pemahaman sendiri atas konsep-konsep matematika yang dipelajari.
Siswa didorong untuk memahami alasan di balik setiap prosedur yang digunakan, mengapa mereka memilih menggunakan rumus ini, dan bukan yang itu? Mengapa mereka harus melakukan langkah ini sebelum langkah itu, dan sebagainya.
Dengan cara ini, siswa juga dapat dilatih untuk menerapkan konsep-konsep matematis yang telah dipelajari dalam berbagai situasi kontekstual. Pembelajaran yang berfokus pada pemahaman mendalam sangat penting untuk meningkatkan daya pikir kritis dan kreatif siswa, khususnya di era perkembangan zaman yang kian pesat.
Jika kita kembali kepada teori belajar, kita dapat melihat bahwa deep learning memiliki hubungan yang erat dengan teori konstruktivisme. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa membangun pemahaman mereka dalam belajar melalui interaksi dengan lingkungan, pengalaman nyata, dan refleksi.
Artinya, konsep dalam pembelajaran tidak dapat hanya diberikan secara langsung oleh guru, tetapi harus dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui pengalaman, eksplorasi, dan diskusi. Misalnya dalam konteks pembelajaran matematika, ketika mempelajari konsep pecahan, siswa akan lebih memahami maknanya jika mereka dapat menghubungkannya dengan pengalaman sehari-hari, seperti membagi kue atau menghitung diskon.
Pembelajaran berbasis konstruktivisme juga mendorong siswa untuk bertanya, berhipotesis (membuat dugaan), dan mencari solusi sendiri terhadap masalah yang dihadapi. Dengan demikian, mereka akan lebih aktif dalam proses belajar sehingga memperoleh pemahaman yang lebih bermakna.
Jadi, jika dalam deep learning siswa diharapkan mampu membangun koneksi antara berbagai konsep, maka dalam konstruktivisme mereka didorong untuk membentuk sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman dan interaksi.
Dalam konteks pembelajaran, deep learning mengacu pada pemahaman yang mendalam dan berkelanjutan, bukan sekadar menghafal rumus.
- Ada Seleksi PPPK 2024, Bukan Berarti Jumlah Guru Bertambah
- Uhamka Sosialisasi Program Deep Learning Inovasi Mendikdasmen Mu'ti
- Anak Sulit Pahami Matematika? Coba Dulu Metode Pembelajaran Interaktif dari Algorithmics
- Dazle David Toalu Harumkan Indonesia lewat Berbagai Kompetisi Internasional
- Mendikdasmen Belanja Masalah, Seluruh Guru di Indonesia Wajib Tahu, Ada soal Sertifikasi
- Mendikdasmen Abdul Mu'ti Sampaikan Pesan Prabowo soal Kurikulum Merdeka, Alon-Alon