Konsultan Bisnis Ini Ingin Wujudkan Indonesia Bebas Riba
jpnn.com, JAKARTA - Konsultan bisnis dan founder Maxwin Organization Maxmillian Winardi mengatakan, sistem riba merugikan bagi masyarakat.
Di mana pihak peminjam harus melebihkan jumlah pinjaman atau memberi bunga saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok.
Dalam hal ini, Maxwin Organization mengaku mempunyai program revolusioner untuk mewujudkan Indonesia bebas riba. Program yang digagas itu akan mengganti bisnis perbankan yang selama ini tidak bisa terlepas dari sistem riba.
“Membebaskan Indonesia bebas riba itu tidak mudah. Tetapi kita yakin bisa menghentikan praktik riba dan menggantinya dengan sistem yang dapat meningkatkan kemakmuran rakyat Indonesia,” kata Max dalam siaran tertulisnya, Jumat (25/1).
Menurut Max, konsep pendanaan yang terjadi saat ini di Indonesia terbagi dua yakni borrowing seperti di bank dan Investment Sharing Economy.
“Sistem sharing investment itu diterapkan pada organisasinya yang berafiliasi dengan BeliBisnis.com Group. Ekonomi Indonesia masih dibangun dengan kolateral dan ini riba, kalau kita ganti dengan sharing investment, ini bisa kaya," jelas Max.
Max kemudian mencontohkan para pemilik Tokopedia, Bukalapak, dan GOJEK yang masuk daftar 150 orang terkaya di Indonesia tersebut memanfaatkan sistem sharing Investment.
Dengan sistem ini, lanjut Max, akan mengubah budaya ekonomi di Indonesia lebih maju. Sebab mereka dituntut agar berpikir bagaimana caranya membuat satu investasi dalam lima tahun bisa menjadi sepuluh.
Konsultan Bisnis dan Founder Maxwin Organization Maxmillian Winardi mengaku punya program revolusioner untuk mewujudkan Indonesia bebas riba.
- Harga Emas Antam Hari Ini 19 Desember Merosot, Jadi Sebegini
- Penuhi Kebutuhan Nataru, PLN Indonesia Power Siapkan Ribuan Personil Siaga
- Ada Diskon Tarif Tol Saat Nataru, Cek Perinciannya
- Pelindo & Kolaborasi BUMN Meluncurkan TJSL Pelita Warna di Rutan Pondok Bambu
- PPN 12 Persen Berpotensi Picu Inflasi Serius
- Pasar Keuangan Global Makin Tak Pasti, Negara Berkembang Perlu Waspada