Konsumsi Melemah, Ekonomi Tumbuh Di Bawah 6 Persen
Namun, upaya pemerintah sepertinya tidak akan mudah. Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad Wibowo mengatakan, untuk mencapai pertumbuhan 6,0 persen saja, pemerintah harus berupaya ekstra keras. "Kalau 6,3 persen sudah pasti mustahil," ujarnya.
Menurut dia, dengan kondisi ekonomi global yang masih lesu, Indonesia tidak bisa berharap lagi pada ekspor yang mayoritas sumber daya alam. Karena itu, kuncinya adalah membenahi sektor domestik, mulai dari konsumsi rumah tangga, investasi, dan belanja pemerintah.
"Masalahnya, konsumsi sekarang terpukul inflasi tinggi, investasi juga butuh waktu panjang, dan belanja pemerintah kontribusinya tidak terlalu besar," jelasnya.
Laju pertumbuhan ekonomi yang melambat juga terjadi di Provinsi Jawa Timur selama semester pertama 2013. Data BPS Jatim menunjukkan, pertumbuhan triwulan II mencapai 6,97 persen (year on year/yoy). Realisasi tersebut masih lebih tinggi dibanding nasional yang hanya mampu tumbuh diangka 5,8 persen.
"Kalau dibanding tahun lalu memang pertumbuhannya lebih lambat karena pada tahun lalu pada periode yang sama, realisasinya mencapai 7,29 persen," tutur Kepala BPS Jatim M Sairi Hasbullah kemarin (2/8).
Pertumbuhan ekonomi 6,97 persen sesuai dengan prediksi Bank Indonesia Wilayah IV (Jatim). Otoritas moneter itu juga merevisi pertumbuhan akhir tahun dari berkisar 6,9 sampai 7,1 persen menjadi 6,4 sampai 6,9 persen. "Saat ini, pondasi ekonomi Jatim masih bagus. Ini terlihat dari semua sektor tumbuh," tambah Sairi.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor konstruksi yang mencapai 10,53 persen disusul pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 10,04 persen dan perdagangan, hotel dan restoran mencapai 8,92 persen.
"Beberapa fenomena ekonomi selama triwulan II/2013 juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi Jatim. Antara lain, mulai berproduksinya beberapa komoditas tanaman perkebunan, meningkatnya produksi peternakan khususnya ternak besar dan produksi telur ayam. Hal ini mendorong pertumbuhan sektor pertanian yang mencapai 2,95 persen," paparnya.
JAKARTA - Setelah depresiasi Rupiah, lonjakan inflasi, defisit neraca dagang, kini giliran pertumbuhan ekonomi yang di bawah ekspektasi.
- Sertifikasi Halal Lindungi UMK dari Serbuan Produk Luar Negeri
- Kebijakan Perdagangan Karbon Indonesia di COP 29 Dinilai Bermasalah
- Bea Cukai Parepare Musnahkan Barang Ilegal Senilai Lebih Rp 2,25 Miliar, Terbanyak Rokok
- Anindya Bakrie: Kita Harus Dorong Investasi Asing yang Ciptakan Lapangan Kerja
- AS Optimistis Kembangkan Kerja Sama Ekonomi dengan Pemerintahan Baru
- Tali Qrope dan Selang Spring Hose Jadi Sorotan di INAMARINE 2024