Konten Sosmed Soal Bekerja sambil Berlibur Bikin Resah Warga Indonesia di Australia

Konten Sosmed Soal Bekerja sambil Berlibur Bikin Resah Warga Indonesia di Australia
Bekerja di perkebunan sebagai pemetik dan pengepak mangga menjadi pilihan banyak pemegang WHV. (Foto: Koleksi Pribadi)

"Dan saya dulu datang saat pandemi, jadi sempat ngalamin harga sewa tempat tinggal yang murah karena harga-harga semua turun, jadi nabungnya juga bisa relatif lebih banyak."

Menurutnya, yang sering disalahpahami oleh para pemegang WHV yang baru adalah mendapatkan visa tersebut berarti secara otomatis sudah ada pekerjaan yang tersedia.

"WHV itu hanya izin untuk bekerja legal di Australia, jadi kerjanya tetap harus cari sendiri, harus aktif-proaktif." 

Bukan cuma pendapatan yang puluhan juta rupiah   

Baik Izzy dan Felicia sepakat jika ada satu informasi yang tidak tampak dalam konten media sosial yang beredar luas, yakni soal pengeluaran dan biaya hidup di Australia.

"Ya memang untuk orang Indonesia, karena nominal gajinya di-convert ke rupiah, jadi kelihatan gede banget, puluhan juta rupiah per bulan ... tapi [di sana] enggak disebut jumlah pengeluaran di sini yang kalau di-convert ya puluhan juta rupiah juga," kata Felicia.

Informasi lain yang jarang disampaikan adalah potongan pajak yang harus dibayar pemegang WHV.

"Uang yang diterima itu nanti masih harus dipotong pajak ... memang aturannya 15 persen [potongan pajak] untuk WHV, tapi kalau penghasilannya sudah mencapai AU$45.000, kena 32 persen karena di sini diberlakukan pajak progresif," tambah Felicia.

Selain itu, menurut Izzy, perlu juga dihitung pengeluaran lainnya di luar biaya kebutuhan hidup sehari-hari.

Menurut pengamatan ABC Indonesia, sejumlah konten di Instagram dan TikTok sering menyebut mudahnya mencari pekerjaan bagi peserta WHV

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News