Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri

Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri
Seorang pengunjung menyaksikan lukisan wajah Pramoedya Ananta Toer pada Festival Seabad Pram di Gedung Blora Creative Space. Foto: Dokumen untuk JPNN.com.

Menurut Fadli, nama Pram sangat cocok untuk disematkan pada sebuah jalan di Kabupaten Blora.

Harapannya, antara lain, sosok Pram sebagai sastrawan besar dengan karya fenomenal akan melambungkan nama Blora ke tingkat global.

"Saya kira sangat pantas Jalan Pramoedya Ananta Toer di Blora. Dia adalah putra daerah Blora. Kami sangat mendukung," kata mantan wakil ketua DPR RI itu.

Walakin, politikus Partai Gerindra yang juga sejarawan itu meminta Bupati Arief mematangkan regulasi tentang penggunaan nama Pram untuk jalan di Blora.

"Apalagi saya dengar dari Pak Bupati, akan dijadikan sebagai pusat kebudayaan atau semacam enklave, kantong-kantong budaya," ujarnya.

Keinginan sudah ada. Ikhtiar juga sudah dilakukan.

Namun, harapan warga Blora memiliki jalan bernama Pramoedya tak serta-merta terwujud.

Rencana tersebut urung terlaksana karena ada protes keras dari organisasi kemasyarakatan Pemuda Pancasila (PP) yang menilai penulis Tetralogi Bumi Manusia itu terafiliasi radikal kiri.

Peresmian penamaan jalan baru dengan nama Pramoedya Ananta Toer di Kabupaten Blora, ditunda. Penolakan terjadi karena Pramoedya dianggap terlibat komunisme.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News