Konya
Oleh Dahlan Iskan
Minggu, 30 Desember 2018 – 04:40 WIB
Minus lima derajat.
Angin pula.
Baca Juga:
Telinga terasa mau copot. Telapak tangan mati rasa.
Tapi saya tahan diri.
Untuk tetap membaca puisi.
Bukankah itu puisi Rumi? Yang mengajarkan pengorbanan tanpa batas? Mengapa takut mati kedinginan?
“Dalam keadaan marah dan murka, jadilah seperti orang mati” kata Maulana Rumi.
“Mbudek dan micek,” kata filsafat Jawa. Artinya: menulikan telinga. Dan membutakan mata.
Rumi pujaan saya. Sejak remaja. Juga pujaan orang sedunia. Lihatlah siapa saja yang datang ke Konya. Dan mereka melakukan apa.
Saya lihat wanita India. Dari Mumbai. Duduk bersila. Di lantai ruang besar makam itu.
Saya juga bersila di sebelahnya. Setelah tadi lama bersila di pojok sana.
Maulana Rumi tidak pernah mempersoalkan agama. Bahkan dalam satu puisinya Rumi menulis: bukan Islam, bukan Kristen, bukan Yahudi.
BERITA TERKAIT