Korban Tewas Berkurang Tiga Perempat dalam 12 Tahun

Korban Tewas Berkurang Tiga Perempat dalam 12 Tahun
Kondisi lalulintas di Tokyo. Foto: Candra Wahyudi/Jawa Pos

’’Kami mengundang banyak orang dari luar Jepang untuk belajar di STEC. Kami berharap semakin banyak orang yang datang dan berlatih di sini,’’ kata Yoshida.

Dengan melahap materi pelatihan di STEC, peserta diharapkan mendapatkan ilmu tentang berkendara yang aman. Meski begitu, Yoshida mengingatkan bahwa kunci penting dalam safety riding tidak sekadar ada pada teknik berkendara yang baik. Yang jauh lebih penting adalah perilaku sang pengendara.

’’Safety riding tidak hanya teknik, tapi juga perilaku pengendara. Level berkendara setiap orang berbeda-beda. Namun, semua wajib memiliki perilaku yang baik saat di jalan,’’ ujar pria yang juga presiden The 14th Safety Japan Instructors Competition 2013 tersebut.

Meski seseorang memiliki teknik berkendara yang baik, hal itu tidak berguna jika perilaku di jalan buruk. Yoshida mengungkapkan, saling menghormati pengguna jalan adalah poin penting yang harus ditekankan kepada para masyarakat. Dengan saling menghormati para pengguna jalan akan terbentuk dalam budaya berlalu lintas yang santun.

Ketatnya kurikulum safety riding di STEC dirasakan para peserta The 14th Safety Japan Instructors Competition 2013 yang digelar 14-15 November lalu. Di antara para peserta, tiga orang berasal dari Indonesia. Yakni, Maryanto, Ahmad Anugra, dan Aldea Henry. Mereka adalah tiga instruktur terbaik tanah air yang dikirim oleh PT Astra Honda Motor (AHM).

Para peserta menjalani tiga rangkaian tes. Dimulai dengan pengereman atau braking. Setiap peserta wajib memacu motor atau mobil dengan kecepatan yang ditentukan. Nah, pada titik yang ditetapkan, mereka harus mengerem. Juri menilai kestabilan para peserta dalam mengendalikan kendaraan.

Materi lain adalah narrow plank. Yakni, keterampilan melewati papan sepanjang 15 meter dengan lebar hanya 30 sentimeter. Alhasil, pengendara dipaksa ekstrahati-hati. Mereka harus selambat mungkin melewati papan tersebut. Jika jatuh, mereka dinyatakan gugur. Peserta juga wajib mempertahankan posisi sempurna di atas kendaraan. Kedua kaki harus terus merapat pada tangki motor.

Standar penilaian narrow plank di STEC sangat ketat. Tiga juri mengawasi langsung para peserta saat membawa motor meniti papan besi. Sedikit saja peserta melanggar regulasi, meski berhasil melewati papan, juri akan mengurangi poinnya. Di Jepang, standar waktu melewati narrow plank adalah 2 menit. Karena itu, para instruktur STEC sangat piawai. Mereka bahkan bisa sampai ’’diam’’ untuk beberapa saat di atas papan besi. Adapun di Indonesia standarnya hanya 30 detik.

BUDAYA disiplin dan santun dalam berlalu lintas menjadi kunci sukses Jepang mengurangi angka kecelakaan. Meski jumlah kendaraan terus meningkat,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News