Korupsi Makin Menggurita, Hardjuno Wiwoho: Pengesahan RUU Perampasan Aset Harga Mati

Korupsi Makin Menggurita, Hardjuno Wiwoho: Pengesahan RUU Perampasan Aset Harga Mati
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho. Foto: Dokumentasi pribadi

Menurutnya, perampasan aset adalah salah satu cara paling efektif untuk memberikan efek jera kepada para koruptor.

“Kalau hanya mengandalkan hukuman penjara, tidak akan cukup. Kita sudah lihat banyak kasus, koruptor yang divonis bersalah tetap bisa hidup nyaman setelah keluar dari tahanan karena aset mereka tidak tersentuh. Oleh sebab itu, perampasan aset harus menjadi senjata utama dalam pemberantasan korupsi,” ujar Hardjuno, Selasa (5/3/2025).

Kandidat Doktor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini menjelaskan strategi pemberantasan korupsi harus berjalan dalam tiga aspek utama, yakni pencegahan, penindakan, dan pemulihan aset.

Selama ini, aspek pemulihan aset sering kali terabaikan karena mekanisme hukum yang berbelit.

“Proses pemulihan aset hasil korupsi masih bergantung pada mekanisme konvensional yang berbasis putusan pidana. Artinya, penegak hukum baru bisa menyita aset setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Masalahnya, proses ini bisa memakan waktu bertahun-tahun, memberi celah bagi koruptor untuk menghilangkan atau menyamarkan aset mereka,” ujarnya.

Hardjuno menambahkan RUU Perampasan Aset membawa terobosan penting dengan memperkenalkan mekanisme non-conviction based asset forfeiture, yang memungkinkan penyitaan aset tanpa perlu menunggu putusan pidana.

Model ini telah diterapkan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat dengan Civil Asset Forfeiture dan Inggris melalui Proceeds of Crime Act.

“RUU ini akan memungkinkan negara menyita aset koruptor sejak penyidikan, selama ada bukti yang cukup bahwa kekayaan tersebut berasal dari tindak pidana. Selain itu, ada juga konsep illicit enrichment, di mana pejabat yang hartanya meningkat secara tidak wajar bisa langsung diperiksa dan asetnya disita bila tidak bisa membuktikan asal-usulnya secara sah,” kata Hardjuno.

Gelombang kasus korupsi menggurita yang terus terjadi di Indonesia makin memperlihatkan lemahnya sistem penegakan hukum dalam menangani praktik rasuah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News