Korupsi Makin Menggurita, Hardjuno Wiwoho: Pengesahan RUU Perampasan Aset Harga Mati

Korupsi Makin Menggurita, Hardjuno Wiwoho: Pengesahan RUU Perampasan Aset Harga Mati
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho. Foto: Dokumentasi pribadi

DPR Tak Serius

Meski sudah lama diwacanakan, pembahasan RUU Perampasan Aset terus mengalami jalan buntu.

Pemerintah telah mengajukan rancangan aturan ini sejak 2003 sebagai inisiatif dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Namun, hingga kini, RUU tersebut masih belum masuk ke tahap pembahasan di DPR secara serius.

“Mandeknya RUU Perampasan Aset ini bukan tanpa alasan. Ada indikasi kuat bahwa kepentingan elite politik ikut bermain. Bagaimana mungkin aturan yang bisa memiskinkan koruptor ini akan disahkan dengan mudah, sementara banyak elite yang mungkin saja terdampak?” tegas Hardjuno.

Dia juga menggarisbawahi fakta bahwa selama ini banyak kasus korupsi yang berkaitan erat dengan sumber daya alam, seperti kasus PT Timah dan skandal tata kelola pertambangan lainnya.

Padahal, UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah menegaskan bahwa sumber daya alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan menjadi lahan bancakan para koruptor.

“Korupsi di sektor sumber daya alam ini ironis. Kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat malah dikuasai oleh segelintir orang. Kalau RUU Perampasan Aset disahkan, ini bisa menjadi langkah strategis untuk mengembalikan aset negara yang telah dijarah,” paparnya.

Gelombang kasus korupsi menggurita yang terus terjadi di Indonesia makin memperlihatkan lemahnya sistem penegakan hukum dalam menangani praktik rasuah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News