Koruptor Perlu Hukaman Tambahan Kerja Sosial
Senin, 12 April 2010 – 16:08 WIB
JAKARTA- Mantan bakal calon Wakil Presiden independen pada Pilpres 2009 Sujarwo, menegaskan guna memberikan efek jera (detterend effect) terhadap pelaku koruptor di Indonesia tidak harus melalui hukuman mati. "Cara yang ditempuh oleh negara Rusia atau Soviet dalam menghukum koruptur dengan hukuman tambahan berupa kerja sosial sepertinya lebih cocok dengan kultur Indonesia," kata Sujarwo, di Jakarta, Senin (12/4). Hukuman tambahan seperti yang di Rusia tersebut tentu akan sangat menarik dilaksanakan di Indonesia. Kita bisa bayangkan sekiranya mantan Presiden Soeharto semasa hidupnya divonis bersalah lalu menjalani hukuman tamabahan sebagai pekerja sosial misalnya menjadi tukang sapu jalan dengan kondisi kaki dibelenggu, imbuhnya.
Kalau mengambil cara-cara yang ditempuh oleh China berupa hukuman mati bagi koruptor, jelas masih menjadi kontradiksi karena kalangan penggiat Hak Asasi Manusia (Ham) dunia menilai hukuman mati cendrung melanggar Ham, kata Sujarwo.
Dalam sistem hukum pidaha di Rusia, lanjutnya, para koruptor dijatuhi hukuman penjara sebagai hukuman pokok dan ditambah hukuman kerja sosial. "Hukuman pokok dan tambahan ini di Rusia pernah dieksekusikan kepada mantan Presiden Mikhail Gorbachev yang mengharuskan dirinya menjalani hukuman sebagai pekerja sosial di tambang batu bara selama beberapa hari," kata Sujarwo, yang pernah 'melamar' Capres Megawati Soekarnoputri dalam Pilpres 2009 lalu.
Baca Juga:
JAKARTA- Mantan bakal calon Wakil Presiden independen pada Pilpres 2009 Sujarwo, menegaskan guna memberikan efek jera (detterend effect) terhadap
BERITA TERKAIT
- Jampidum Terapkan RJ pada Kasus Anak Curi Perhiasan Ibu Kandung
- 5 Berita Terpopuler: Hari Guru Nasional, Mendikdasmen Beri 3 Kado, soal Tunjangan ASN dan Honorer Terungkap
- Prediksi Cuaca BMKG, Seluruh Jakarta Diguyur Hujan Siang Ini
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung