Kota Terbesar Keempat Masih Sekelas Makassar
Jumat, 22 Agustus 2008 – 07:32 WIB
Memang ada proyek pembangunan jalan layang atau tol dalam kota, tapi jumlahnya tidak banyak. Sepanjang perjalanan dari bandara ke pusat kota saya hanya melihat satu proyek jalan layang yang panjangnya sekitar 10 km. Itu pun dikerjakan dengan jumlah pekerja dan peralatan yang tidak menunjukkan suasana sedang dikebut. Memang ada beberapa gedung baru, namun bukan gedung yang spektakuler. Paling hanya gedung berlantai 12 yang muncul di sana-sini secara sporadis. Di jalan-jalan memang mulai tampak mobil-mobil baru, namun tetap didominasi mobil lama. Misalnya Fiat tahun 1970-an.
Baca Juga:
Tempat rekreasinya (Madras memiliki pantai terpanjang kedua di dunia) juga tidak terurus. Masih juga seperti pantai Kenjeran Surabaya. Kebun binatang dan taman-taman hiburannya sama saja. Penataan dan perawatannya masih khas kota negara berkembang.
Ini jauh dari bayangan saya akan Madras. Padahal Madras bukan kota sembarangan. Tahun 1700-an, kota ini sudah amat terkenal sebagai hub perdagangan timur dan barat. Yakni ketika Inggris dan Belanda masih rukun. Kerukunan itu diwujudkan dalam bentuk mendirikan perusahaan bersama di seluruh Hindia Raya dengan bidang usaha menguasai sumber rempah-rempah dan tekstil.
Ketika perusahaan baru berumur dua tahun, hubungan Belanda dan Inggris memburuk. Lalu mereka sepakat pisah. Perusahaan itu dibelah dua. Belanda memilih menguasai Indonesia dengan perdagangan rempah-rempahnya dan Inggris mendapat wilayah India dengan bidang usaha utama tekstilnya. Tapi, Belanda tetap harus menggunakan Madras sebagai pelabuhan hub rempah-rempah sedang Inggris menggunakan pelabuhan Kolkata untuk hub perdagangan tekstilnya. Jadi, dalam benak saya Madras pastilah kota besar yang amat penting.
Karena itu saya seperti kecewa ketika mendarat di Madras ini. Meski merupakan kota terbesar ke-4 di India, saya melihat wajah kota ini ternyata hanya seperti Makassar. Tipologinya memang mirip sekali Makassar. Di ibu kota Sulsel memang sudah mulai muncul gedung baru seperti Sahid Hotel atau Sedona Hotel atau Graha Pena, tapi masih tenggelam oleh keadaan sekitarnya yang terkesan kumuh.
Bahkan, hotel bintang lima seperti Sheraton Madras, tempat saya menginap, hanya mewah di dalamnya. Tamannya seperti masuk bagian yang harus dihemat anggarannya. Begitulah umumnya taman di Madras, baik taman kota maupun taman perkantoran dan perhotelan. Hanya mirip benar dengan Makassar.
Di Surabaya gedung-gedung baru dengan taman yang rindang sudah kelihatan menonjol, meski itu baru di satu-dua kawasan baru. Kadang juga masih kalah kuat dengan kawasan kumuh yang sangat luas di mana-mana: Dupak, Tambaksari, Keputran dan banyak lagi. Di bagian yang maju dan indah, Surabaya masih menang dari Madras. Di bagian kumuhnya juga masih menang, maksud saya Surabaya masih lebih kumuh.
BENARKAH India (negara yang dikenal memiliki lebih dari 1000 Tuhan ini) mengalami kemajuan luar biasa sebagaimana Tiongkok (negara yang dikenal tidak
BERITA TERKAIT