KPI: Pengaturan Media Baru Demi Perlindungan Publik

KPI: Pengaturan Media Baru Demi Perlindungan Publik
Komisioner Bidang Kelembagaan KPI Hardly Stefano Pariela saat Seminar Daring bertema “Realitas dan Kebijakan Media Baru di Indonesia” pada Kamis (6/8/2020). Foto: Dok. Humas KPI

jpnn.com, JAKARTA - Pengaturan media baru jangan dipahami sebagai upaya mengekang kebebasan berpendapat ataupun berekspresi di tengah masyarakat. Perkembangan sosial baik secara global dan regional sekalipun, tentunya sudah tidak memungkinkan lagi untuk kembali pada era saat dikekangnya kebebasan berekspresi.

“Pengaturan ini diperlukan untuk mencegah dampak negatif sekaligus untuk mengoptimalkan dinamika digital saat ini agar berdampak positif bagi publik,” kata Komisioner Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hardly Stefano Pariela saat berbicara dalam Seminar Daring yang diselenggarakan Lembaga Sensor Film (LSF) dengan tema “Realitas dan Kebijakan Media Baru di Indonesia” pada Kamis (6/8/2020). 

Hardly menegaskan bahwa kita tidak mungkin melawan gerak sejarah peradaban manusia yang makin maju dalam era digital ini. Namun harus dipahami pula, bahwa kenyataan saat ini menunjukkan media baru memiliki pengaruh yang demikian kuat di tengah masyarakat serta dampak sosial yang besar melebihi media konvensional yang lebih dahulu eksis.

Jika saat ini media yang dianggap arus utama mendapatkan pengaturan, ujar Hardly, seharusnya media baru pun menerima perlakuan yang serupa. 

Dalam kesempatan itu, Hardly memaparkan perbandingan kondisi media baru dan media lama atau media konvensional seperti radio dan televisi saat ini. Menurutnya, perlu konsensus bersama untuk menyepakati hal-hal yang harus mendapat pengaturan lebih rinci dalam  media baru, seperti misalnya konten kekerasan, seksualitas, dan radikalisme.

Hardly berpendapat harus ada  pengaturan yang seragam baik di media baru atau pun media lama guna memberikan perlindungan bagi publik atas muatan siaran yang dianggap berbahaya dan menimbulkan disharmoni di tengah masyarakat.  

Pengaturan media baru ini, menurut Hardly, harus juga mencakup perlindungan atas konten karya anak bangsa, diantaranya mencegah terjadinya pembajakan baik secara sengaja ataupun tidak. Termasuk juga memberikan kesempatan bagi karya dalam negeri ini untuk terakomodasi dalam berbagai platform media.

“Data yang ada menunjukkan pengguna internet di Indonesia mencapai 174 juta, tentu menjadi pasar potensial bagi sineas dalam negeri,” ujarnya. 

Pengaturan ini diperlukan untuk mencegah dampak negatif sekaligus untuk mengoptimalkan dinamika digital saat ini agar berdampak positif bagi publik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News