KPI Tegur Keras TV Indonesia atas Pemberitaan Tragedi AirAsia

Sejak pesawat Air Asia QZ8501 dinyatakan hilang kontak, sejumlah TV lokal Indonesia tak henti-henti menayangkan update pencarian dan kondisi keluarga korban. Beberapa materi tayangan mereka ternyata mendapat kecaman dari Komisi Penyiaran Indonesia.
Selasa (30/12) atau hari ketiga pasca kejadian, pencarian atas pesawat Air Asia yang hilang kontak di wilayah perairan Kalimantan, akhirnya menemui titik terang. Tim Badan SAR Nasional (Basarnas) Indonesia beserta personel gabungan lainnya mendeteksi adanya puing-puing pesawat di lautan lepas.
Dalam konferansi persnya di Jakarta, Kepala Basarnas, FHB Soelistyo menguraikan, penemuan pertama terjadi pada pukul 08.00 WIB (30/12) di saat pesawat C-295 TNI AU menemukan benda berwarna putih. Kemudian pada pukul 11.07 WIB, pesawat Hercules TNI AU juga melaporkan temuan lempengan logam. Sekitar 2.5 jam setelahnya, salah satu jasad penumpang-pun ditemukan. Segera setelah informasi penemuan jasad tersebar, sejumlah TV lokal Indonesia berlomba-lomba menayangkan gambar anggota tim SAR yang berusaha mengevakuasi jasad penumpang yang mengapung. Salah satu TV Indonesia berlogo merah, awalnya, bahkan menayangkan gambar proses evakuasi dengan mayat mengapung itu tanpa proses edit sama sekali. Hal ini sontak memancing reaksi keras publik. Di media sosial Twitter, banyak pihak ramai berkomentar atas penayangan tersebut.



Atas tayangan yang dinilai vulgar dan menyalahi etika jurnalisme itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah melayangkan teguran keras.
"Per hari ini (31/12) kami sudah memberi sanksi berupa teguran tertulis kepada TV One dan kemudian memberi peringatan kepada Metro TV dan TVRI," tegas Idy Muzayad, Wakil Ketua KPI, kepada Nurina Savitri dari ABC.
Idy menjelaskan, dalam kasus TV One, meski pihak stasiun itu sudah melayangkan permintaan maaf, ia menilai masih ada unsur pembenaran yang disampaikan TV nasional itu.
"Mereka bilang penayangan itu terjadi karena video yang didapat adalah fakta, itu kan termasuk pembenaran," utaranya.
Ia mengemukakan, tayangan jurnalistik dalam situasi bencana seharusnya menjaga beberapa elemen. Idy menyebut empati kepada keluarga korban dan kode etik jurnalisme sebagai acuannya.
"Media tidak boleh melakukan eksploitasi dengan mengajuka pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu, misalnya 'Bagaimana perasaan Ibu?'. Kemudian juga harus berpedoman pada kode etik jurnalistik dan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran)," sambungnya.
Sejak pesawat Air Asia QZ8501 dinyatakan hilang kontak, sejumlah TV lokal Indonesia tak henti-henti menayangkan update pencarian dan kondisi keluarga
- Ini Peran Polisi Australia dalam Menguak Kasus Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada
- Dunia Hari Ini: Melbourne Siap Menggelar Balapan Formula1 di Akhir Pekan
- Dunia Hari Ini: Puluhan Tewas Setelah Kereta di Pakistan Dibajak
- Dunia Hari Ini: Kecelakaan Bus di Afrika Selatan, 12 Orang Tewas
- Siklon Alfred 'Tak Separah yang dibayangkan', Warga Indonesia di Queensland Tetap Waspada
- Dunia Hari Ini: Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap di Bandara