KPK dan Polri Didesak Audit Sipol dan Sidalih KPU
Sabtu, 26 Januari 2013 – 14:14 WIB
JAKARTA - Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar mengatakan aplikasi Sipol (Sistim Informasi Parpol) dan Sidalih (Sistem Informasi Pendaftaran Pemilih) yang dibiayai oleh International Foundation For Elektoral Systems (IFES) tidak memiliki dasar hukum. Makanya, ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri menyelidiki aplikasi sistem Pemilu itu. Dalam perjalanannya, KPU tidak mempergunakan Sipol dan Sidalih dengan berbagai alasan padahal sudah dipergunakan di dalam penyelenggaraan tahapan Pemilu. "Itu berarti bahwa KPU sendiri sudah nyata-nyata mengakuinya sebagai hal yang haram," tegas Junisab.
"Program Sipol dan Sidalih adalah model yang haram untuk diterapkan dalam tahapan penyelenggaraan Pemilu karena tidak memiliki dasar hukum seperti yang sudah diatur Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD," kata Junisab Akbar, di Jakarta, Sabtu (26/1).
Baca Juga:
Menurut Junisab, program Sipol dan Sidalih adalah model yang awalnya bermula sekedar "proyek-proyek" godokan Tim Prakarsa Jakarta yang dimotori Sri Nuryanti (Peneliti LIPI juga mantan Komisioner KPU) dan Abdul Aziz (mantan Komisioner KPU) adalah hasil dari pembiayaan IFES. Kata dia, proyek swasta asing itu kemudian dimaksimalisasi oleh Komisioner KPU Hadar Navis Gumay dan Ida Budhiati untuk digunakan dalam tahapan Pemilu yang dilaksanakan KPU.
Baca Juga:
JAKARTA - Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar mengatakan aplikasi Sipol (Sistim Informasi Parpol) dan Sidalih (Sistem Informasi
BERITA TERKAIT
- Tanoto Foundation & Bappenas Berkolaborasi Meningkatkan Kompetensi Pegawai Pemda
- Bea Cukai & Polda Sumut Temukan 30 Kg Sabu-sabu di Sampan Nelayan, Begini Kronologinya
- Mantan Menkominfo Budi Arie Adukan Tempo ke Dewan Pers
- Mendes Yandri Sarankan Agar Desa Wisata Bisa Tonjolkan Ciri Khas Daerahnya
- Menjelang HGN 2024, Ini Permintaan Khusus Mendikdasmen Abdul Mu'ti kepada Guru
- Mendikdasmen Abdul Mu'ti Sebut Penempatan Guru PPPK Tidak Bisa Pakai Permen